Padang,Padek—Warga menjerit karena harga sembako melejit beberapa pekan ini. Tapi baru kota Padang yang telah menggelar operasi pasar (OP), sedangkan dua kota lainnya yakni Pariaman dan Solok menyusul akan menggelar OP dalam minggu ini. Sementara kabupaten/kota lainnya masih santai menghadapi lonjakan harga beras yang terus merangkak hingga 12,5 persen dari patokan minggu lalu.
Kabid Pelayanan Publik Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sumbar, Heru Hariyanto mengungkapkan HET untuk OP memang ditetapkan oleh kab/kota sesuai dengan kalkulasi harga dasar beras yang dipatok bulog ditambah biaya distribusi dan margin. Sehingga untuk masing-masing kab/kota nantinya akan didapat HET yang berbeda karena jarak pendistribusian.
“Hingga Senin kemarin (9/11), OP telah dilakukan di 47 titik di Padang. Terbagi atas tiga saluran yakni satuan tugas (satgas), toko dan pemukiman,”tutur Heru usai rapat kerja dengan SKPD terkait, Selasa (11/1) di ruang kerja asisten ekonomi dan pembangunan Setprov Sumbar.
Lebih lanjut Heru mengungkapkan, Masing-masing toko dan pemukiman dipasok sebanyak 500 kg beras. Namun jika stok itu belum bisa memenuhi kebutuhan, maka Bulog akan menambah menjadi 1 ton untuk beras medium.
Dari pantauan Bulog, diketahui harga beras medium masih stabil setelah dilakukan OP di Padang, tapi untuk beras kualitas I, II dan III seperti Beras Sokan, IR 42 dan Solok memang masih terus meningkat karena tidak termasuk beras yang disubsidi. Dua minggu melakukan OP, Bulog sudah mendistribusikan sebanyak 98,5 ton beras.
Kasi Pemasaran Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Sumbar, Iryana Dewi Yeni mengungkapkan dalam minggu kedua Januari ini harga beras kembali melonjak menjadi Rp 18 ribu per gantang padahal minggu lalu hanya Rp 16 ribu per gantang untuk beras kualitas I.
Lonjakan harga beras itu, disinyalir disebabkan oleh berkurangnya luas pertanaman sejak September 2009 silam. Tak tanggung-tanggung, pengurangan pertanaman itu mencapai 6 ribu hektar. Akibatnya, stok beras Sumbar masih tak sebanding dengan kebutuhan. Terlebih dengan anomali cuaca, yakni curah hujan di atas normal pada musim kemarau membuat gagal panen.
“Karena bulan puasa lalu, petani banyak yang tidak menanam. Ini berimbas pada stok beras empat bulan kemudian. Biasanya luas petanaman pagi mencapai 35 ribu hektar, tapi di bulan September hanya 29 ribu, kemudian November bertambah menjadi 35.400 hektar dan Desember menurun kembali menjadi 32 ribu hektar karena anomali cuaca.
Berbeda dengan Iryana, Kabid Distribusi Harga Pangan Badan Ketahanan Pangan Sumbar, Novian Jamil mengungkapkan kekurangan stok beras di Sumbar dindikasi karena ada pelaku pasar dari luar Sumbar yang langsung membeli beras ke petani Sumbar. Sehingga harga berkurang di kelompok tani.
“Kami lihat pelaku pasar dari luar Sumbar langsung beli ke petani kita. Itu menyebabkan beras di pasaran jadi berkurang. Disamping alasan hujan dan pengurangan aktivitas bertanam,”tuturnya.
Sementara itu, Kabid Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Diskoperindag Sumbar, Triyani Susilowati mengungkapkan selain beras, juga terjadi peningkatan harga sembako seperti minyak dan bawang merah. Khususnya untuk minyak curah, peningkatan harga mencapai Rp 500. Sebelumnya minyak curah hanya Rp 11 ribu per kilo, kini menjadi Rp 11.500 per kilo. Justru lebih mahal dibandingkan minyak berlabel.
“Kenaikan itu terjadi karena inflasi dari CPO. Jika CPO naik, maka harga minyak curah ikut naik begitu pun sebaliknya,” ungkapnya.
Begitu pun terjadi peningkatan harga untuk kacang kedelai dari Rp 7.500 menjadi Rp 8 ribu per kilonya. Sementara untuk bawang merah juga mengalami inflasi. Sebelumnya harga bawang dari Rp 12 ribu merangkak perlahan menjadi Rp 18 ribu. Tapi minggu turun lagi menjadi Rp 16 ribu. Begitu juga dengan harga daging yang turun dari Rp 67 ribu menjadi Rp 65 ribu.
Menyikapi lonjakan harga itu, Asisten bidang Ekonomi dan Pembangunan Setprov Sumbar, Syafrial mengungkapkan lonjakan harga beras akan disikapi dengan menggelar OP. Sedangkan untuk kenaikan harga sembako lainnya, akan disikapi dengan memasok barang dari luar Sumbar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Untuk barang yang di subsidi, kami bisa lakukan intervensi. Tapi kalau untuk barang yang tidak disubsidi kami hanya bisa melakukan upaya untuk menstabilkan harga misalnya dengan menambah pasokan dari luar atau membantu dengan pembibitan,” tuturnya. (m)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar