Selasa, 11 Januari 2011

Korban Gempa Padang

Amputasi Tak Jadi Beban

Meski tertatih, Asyabillah Putri Armen tak pernah mengeluh. Kehilangan sebelah kakinya karena tertimpa reruntuhan bangunan masjid Nurus Salam ketika gempa 2009 lalu bukan alasan untuk sedih berlarut-larut. Dengan kaki palsu pun, ia bisa menikmati hidup layaknya bocah normal seusianya.

Laporan—Marisa Elsera

Sudah menjadi rutinitas sepulang sekolah Asya menonton TV bersama ibunya. Gadis itu duduk bersimpuh dilantai sambil menengadah ke TV. Ibunya, Erna duduk disampingnya sambil mengelus rambut Asya. Begitulah, cara Asya melepas penat usai pulang dari sekolah.

Sekilas memang tak tampak perbedaan mencolok pada murid kelas III di SDN 37 Pengambiran itu. Sorot matanya yang tajam serta bibirnya yang terus mengomentari film yang ditontonnya seolah tak mengisyaratkan pilu yang ia alami sejak setahun belakangan. Tapi baru akan tampak perbedaan Asya dengan anak seusianya ketika gadis itu mulai berjalan. Dengan kaki palsunya, langkah anak semata wayang dari pasangan Erna dan Armen itu tampak sedikit tertarih-tatih.

“Kaki palsunya sudah tak lagi simetris dengan kaki kanannya. Karena pertumbuhan anak seusianya sangat cepat, jadi wajar kalau kaki palsu itu mulai tak sama panjang lagi,”tutur Erna, ibunda Asya.

Saat ini, memang belum kentara perbedaan panjang kaki kanan dan kaki kiri yang palsu. Namun beberapa bulan kedepan, gadis itu akan semakin tinggi sehingga kaki palsu pun harus diganti dengan yang baru. Tak kan bisa lagi ia mengandalkan kaki palsu itu untuk menopang tubuhnya hingga bertahun-tahun. Penghasilan ayahnya yang hanya seorang PNS tentu tidak akan mencukupi untuk membeli sebuah kaki palsu yang harganya bisa mencapai belasan juta rupiah itu.

Diceritakan Erna, awal Desember 2009, sebuah organisasi dari luar negeri berniat memberikan kaki palsu untuk Asya. Karena itu, kaki sebelah kanan Asya diukur guna mensimetriskan kaki kiri dengan kaki yang kanan. Namun, kaki tersebut baru bisa dipasangkan pada kaki kiri Asya di bulan Februari 2010.

“Ancak wak ado kaki lai,ma. Bisa nolong-nolong Mama balanjo di kadai, bisa baranang dan bisa olahraga disekolah,”tiba-tiba Asya bersuara.

Serta-merta air mata mengalir di pipi Erna. Ia memeluk tubuh putri semata wayang itu kemudian mengecup pipinya. Dengan tangis yang tertahan, Erna hanya bisa tersenyum simpul sambil mengelus pipi Asya dengan lembut. Gadis itu menatap Erna dengan terheran. Tak lama kemudian, ia pun larut akan tayangan TV.

Ibu mana yang takkan terenyuh mendengar ocehan anaknya yang setengah menghiba. Tapi, Erna tak ingin airmatanya mengalir dihadapan Asya. Segera ia kendalikan perasaanya dan menyeka air mata yang nyaris menyentuh pipinya. Hamper saja ia melanggar janji pada dirinya sendiri untuk tidak menangis dihadapan Asya.
Sejak gempa 2009 itu, Erna mencurahkan seluruh perhatiannya pada bocah yang suka makan ayam goreng KFC itu. Apapun permintaan anaknya yang bisa dia kabulkan, akan segera ia wujudkan. Termasuk membelikannya sebuah laptop untuk bermain Asya sepulang les.

“Tante, aku kalau sudah besar ingin jadi dokter ortopedi, biar bisa ngobatin anak-anak yang cacat. Kalau nggak, aku jadi notaries aja,”tutur Asya pada tim Padang Ekspres.

Tak mudah untuk membuat Asya bersuara apalagi menceritakan kisahnya saat gempa melanda. Namun, beruntung Asya bersedia bercerita setelah Koran ini memotret Asya dan ibunya.

“Waktu itu Asya sedang belajar mengaji di masjid yang berada tepat di depan rumah. Langsung kami lari. Tapi dinding masjid menimpa kaki kiri Asya. Nggak tahu gimana, tahu-tahu Asya udah di rumah sakit,”ujar bocah yang suka minum Fanta dan Pepsi itu.

Begitu mendapati anaknya tertimpa reruntuhan, Erna pun segera melarikan anaknya ke rumah sakit Siti Rahmah petang itu juga. Setelah di ronsen, diketahui bahwa kaki kirinya mengalami patah tulang terbuka dan pembuluh arterinya putus. Gadis kelahiran17 Juli 2002 itu harus rela kaki kirinya di amputasi hingga diatas dengkul.

“Kalau ayahnya tidak segera menandatangani izin amputasi, mungkin Asya sudah tidak bisa diselamatkan lagi,:”tutur Erna, ibunda Asya dengan mata berkaca-kaca.

Begitu tersadar setelah diamputasi, Asya menanyakan kaki kirinya yang sudah tidak ada lagi. Tubuhnya yang terbaring lemah ditempat tidur rumah sakit semakin membuat Erna sedih. Derita yang begitu hebat harus dilalui gadis cilik itu. Namun, ibu muda itu tak kehilangan akal menghibur anaknya.

“Asya milih punya kaki tapi nggak bisa ketemu Mama lagi, atau Asya milih bisa ketemu Mama tapi nggak ada kaki? Kalau tanpa kaki kan Asya bisa tetap jalan-jalan, bermain dan ketemu Mama,”Ucap Erna sambil menceritakan caranya menghibur Asya dulu.

Kini, gadis yang hobi berenang dan menyanyi itu sudah sembuh dari trauma yang ia rasakan meski sesekali bercoloteh sumbang hingga membuat orang yang mendengarnya  terenyuh. Meski menggunakan kaki palsu, Asya tetap bisa bermain, jalan-jalan ke mall dan berenang di pantai bersama ayah dan ibunya setiap akhir pekan.

Ia percaya bahwa tuhan tidak akan memberikan cobaan yang lebih dahsyat untuk umatnya yang tidak mampu menjalaninya. Tuhan punya jalan terbaik untuk umat yang diberi Nya cobaan, karena tuhan tidak sia-sia menciptakan manusia. Sungguh, Asyabillah adalah gadis yang menjadi inspiratif. (cr18)

Tidak ada komentar: