Pornita Rindukan Buah Hatinya
Sudah jatuh tertimpa tangga. Setelah menjadi korban tsunami di Kabupaten Mentawai, Senin (25/10) lalu dan mendapatkan perawatan intensif di RSUP M Djamil karena menderita post oref dan tetaunus, Pornita, 36 terpaksa menjalani pengobatan tanpa ditunggui sanak keluarganya. Rindu pada keluarga, terpaksa ia tahan dalam hati.
Laporan—Marisa Elsera
Malang nian nasib Pornita, korban tsunami asal Desa Sabehu Gungga. Sejak dirujuk dari RS di Mentawai dengan diagnosa suspek fraktur cruis sinitra dan tetanus, Jumat (5/11) lalu ke RS M Djamil, wanita asal Mentawai itu sudah datang sendiri tanpa ditemani sanak keluarga. Bahkan setelah lima hari di rawat, tak seorang pun keluarganya yang menampakkan batang hidungnya.
Ibu dari empat orang anak itu tampak terbaring lemah di ruang isolasi ICU. Lubang hidungnya dipasang selang oksigen sedangkan dadanya ditempel alat pendeteksi jantung. Wanita itu tak terlalu banyak bergerak, karena kakinya yang luka akibat hantaman reruntuhan bangunan dipasangi alat yang ditancapkan di kakinya.
Pornita hanya terbaring tak berdaya dibalut selimut belang-belang. Sengaja para perawat tidak memakaikannya pakaian agar alat pendeteksi jantung lebih mudah beroperasi. Hanya sebuah pampers khusus yang dipakaikan untuk menampung kotorannya. Ketika selimut disibak oleh salah seorang perawat, tampak sebuah perban besar di kaki kiri Pornita. Ada juga alat khusus yang ditancapkan di kaki itu.
Saat disapa perawat, Pornita tersenyum manis. Sayang dengan kondisi kekakuan mulut dan kuduk yang ia derita, tak banyak kata-kata yang keluar dari bibirnya. Wanita itu hanya sesekali berbicara, itupun jika perawat yang mengajaknya bicara. Ia memang tak boleh terlalu sering berfikir dan berbincang karena kekakuan mulut dan kuduk yang ia alami akan membuatnya kejang-kejang.
Acap kali terdengar desahan dari nafasnya. Sesekali ia menggeliat pelan membetulkan posisi berbaringnya. Tangan kanannya yang tidak ditempeli jarum suntik terkadang ia angkat ketika berbicara dengan suster ruang ICU RS M Djamil. Tapi sang suster pun menyuruhnya untuk menurunkan tangannya agar lebih rileks.
“Masih ada pasien dari Mentawai, Sus? Saya ingin bertemu, ingin mengobrol,”tutur Pornita jika rasa kangennya pada tanah sikirei menggelayuti.
Sayang, teman satu kampungnya yang dahulu juga dirawat di ICU, yakni Meldayanti dan Jasianus sudah dipindahkan ke ruang rawat sehingga Pornita pun harus kembali menahan kerinduannya bertemu rekan sekampungnya. Tampak jelas diraut wajah wanita itu betapa ia merindukan empat anaknya.
Salah seorang perawat pernah menanyakan keluarga Pornita di Mentawai. Ternyata wanita itu baru saja kehilangan suami dan dua orang anaknya Karena musibah tsunami di Mentawai. Saat ini, ia hanya memiliki dua anak yang masih hidup. Satu anak lelaki dan satu anak perempuan yang tak tahu dimana keberadaannya sekarang.
Saat masih di pengungsian, kedua anaknya masih menemani. Tapi ketika si ibu diboyong ke RS M Djamil dengan helicopter, sang anak menghilang dan hingga kini tak diketahui kabarnya. Tinggallah Pornita meratapi sakitnya seorang diri di ruang isolasi ICU. Tanpa kerabat dan sanak keluarga yang sangat ia cintai.
Beruntung kondisi kesehatan wanita itu dari hari ke hari semakin membaik. Kini ia tidak lagi mengalami kejang se sering dahulu. Hanya jika ia terlalu banyak berfikir dan berbicara kejang itu kembali lagi. Oleh sebab itulah para perawat benar-benar memperhatikan kesehatan pasien korban tsunami yang satu ini.
Ruangan ICU itu benar-benar di sterilkan. Bagi orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk ke dalam ruangan. Jikalau diizinkan masuk, harus memakai pakaian khusus dan sandal khusus. Maklum saja, tempat itu harus benar-benar steril. Apalagi di ruangan isolasi ICU tempat Pornita dirawat harus benar-benar steril agar lukanya tidak terinfeksi virus yang dibawa dari luar.
Dari hati kecilnya, keindahan ombak pantai di Mentawai begitu ia rindukan. Terlebih sanak family yang ada di tanah kelahirannya yang tak tahu bagaimana nasibnya. Pornita menjadi salah satu dari orang yang beruntung selamat dari amukan gelombang tsunami. Kesempatan hidup lebih lama yang diberikan Tuhan padanya tidak akan ia sia-siakan. Ia ingin sekali kembali ke kampung halaman secepatnya dan memberikan semangat baru bagi warga di kampungnya.
Semangat Pornita mengajarkan kita akan makna kehidupan yang sebenarnya. Kendati harus terasing ditengah kesakita yang ia rasakan, tak mengubur keinginannya untuk cepat sembuh. Ia begitu kooperatif dengan perawat dan tim medis yang merawatnya. Ia tak menghalangi perawatan yang berdampak pada kesembuhannya. Kendati tubuhnya harus ditusuk jarum dan ditempeli berbagai peralatan medis. Ia ingin sembuh dan berkumpul lagi dengan dua buah hatinya. (m)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar