Kamis, 10 Februari 2011

Manajemen Bencana Sumbar Lemah


Padang,Padek—Manajemen bencana di Indonesia perlu perbaikan, bukan lagi berbasis komando namun dititik beratkan pada sistem. Sebab itulah, diperlukan pengaturan dan payung hukum yang jelas dalam mempersiapkan mitigasi bencana yang nantinya akan dicantumkan dalam instruksi presiden (inpres) yang tengah digodok.

Staf Ahli Presiden Bidang Penanggulangan Bencana dan Sosial Andi Arief mengungkapkan dalam inpres itu, akan ditekankan persiapan mitigasi bencana. Sebab dalam UU nomor 24 tahun 2007 lebih banyak mencantumkan rehab rekon tapi minim mitigasi bencana. Sehingga, upaya mitigasi bencana di daerah masih seadanya.

“Dengan adanya inpres, kita bisa memaksimalkan upaya peringatan dini tsunami dan bencana lain di Indonesia. Karena selama ini belum ada payung hukum yang mengatur secara spesifik tentang bencana. Karena itu, kita akan atur fungsi dari instansi terkait,”jelas Andi usai rapat koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan tim sembilan, di aula gubenuran, Rabu (9/2).

Lebih lanjut Andi mengurai, dalam inpres yang akan ditetapkan secepatnya itu akan diatur fungsi departemen pendidikan nasional (Depdiknas) dalam melakukan survey-survei kebencanaan, Depdagri untuk mengatur peta evakuasi, Departemen Kelautan membuat peta rawan tsunami, Departemen Pekerjaan Umum untuk membangun bangunan yang tahan gempa dan tsunami serta berbagai instansi lainnya.

“Kita tekankan agar golden time yang 5 menit itu dapat dicapai ke masyarakat untuk menghindari banyaknya korban akibat bencana,” tutur Andi.

Saat ini tanpa Inpres, dana rehab rekon dan mitigasi tidak seimbang. Karena pemerintah sesuai dengan UU lebih menitikberatkan pada rehab rekon. Sebab itulah, untuk pembangunan shelter sebagai upaya meminimalisir resiko bencana tidak dapat dibangun melalui dana APBN dan APBD sebab bukan merupakan bagian dari neraca akuntan.

Inpres yang akan dilansir oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menangani bencana itu akan menjadi panduan bagi kepala daerah dalam penanggulangan bencana di tanah air.  "Harus ada kebijakan baru yang betul-betul bisa mengurangi jumlah korban manakala bencana datang," ujarnya.

Menurut Andi, pemerintah harus memikirkan infrastruktur, rumah, dan pencaharian penduduk saat direlokasi. Panduan utama dalam penyusunan Inpres ini, berkiblat pada Sumbar. Sebab Sumbar dinilai memiliki potensi bencana paling besar. Namun Inpres tetap dibuat untuk panduan kebencanaan akan berlaku untuk seluruh bencana di semua daerah di Indonesia. Salah satu isi aturan yang diharapkannya bisa berlaku tahun ini adalah perihal pemindahan penduduk.

Sementara itu, Sekretaris Centre for Security and Defence Studies, Dr. Yono Reksoprodjo mengungkapkan dalam Inpres itu nantinya bakal disebutkan, pemerintah punya kewenangan untuk memindahkan penduduk secara paksa jika tempat tinggalnya dianggap terlalu berbahaya. Pasca bencana, pemerintah pun bisa menahan masyarakat kembali ke rumahnya jika kondisinya masih membahayakan jiwa.

"Masyarakat tidak hanya dihimbau untuk meninggalkan lokasi. Akan dibuat ketegasan di mana pemerintah punya otoritas yang secara hukum kuat untuk bisa memaksa, dalam pengertian yang baik," katanya.

Pemerintah daerah rawan bencan juga akan diwajibkan melakukan pelatihan penanganan bencana untuk menyiapkan warganya. Menteri terkait pun diinstruksikan memperkuat Peraturan Menteri menyangkut penanganan bencana yang telah ada. Presiden juga akan terus mengevaluasi penanganan bencana dan membuat regulasi bagi daerah yang rawan bencana di seluruh Indonesia.

Inpres telah memerintahkan jajaran kepala daerah untuk melakukan latihan dalam menghadapi bencana, seperti latihan menghadapi tsunami maupun gempa bumi dan letusan gunung. Selain itu, Inpres juga meminta Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terus memantau potensi dan meningkatkan kesiapan mengatasi bencana.


Upaya Minimalisir Resiko

Dalam kesempatan itu, Walikota Padang, Fauzi Bahar mengaku telah mengupayakan pembangunan 100 shelter selama 5 tahun kedepan. Pembangunan itu dirancang guna meminimalisir dampak gempa dan tsunami di kotanya. Rencana itu telah dia gulirkan sejak tahun lalu. Tapi sayang hingga kini baru 1 shelter yang berhasil berdiri yakni SMAN 1 Padang, itupun bukan atas prakarsa pemko Padang tapi berkat bantuan dari Budha Tsu Chi. Meski belum mampu membangun satu shelter pun, Fauzi tetap yakin bahwa pembangunan shelter akan tetap bisa dilaksanakan dalam jangka 5 tahun kedepan.

“Kita sudah rancang master plan nya. Dalam 5 tahun ini sudah bisa terwujud 100 shelter itu,”janji Fauzi yang masa kepemimpinannya tinggal 3 tahun lagi itu.

Sementara itu, anggota tsunami research group ITB, Hamzah Latief mengusulkan agar pemerintah kab/kota yang berpotensi tsunami mempersiapkan upaya minimalisir resiko. Salah satunya, dengan membangun infrastruktur seperti pembangunan sea wall (dinding laut) dan greend belt (lahan hijau).

“Jika ingin penduduk pesisir pantai tidak perlu eksodus ke daerah tinggi, maka bangunlah sea wall. Tapi tentu biaya akan mahal, sebab kita butuh 400ribu kilometer untuk mengamankan pesisir Sumbar. Tapi jika ingin biaya lebih murah, maka pindahkan penduduk dan disana bangunlah hutan, tempat wisata dan olahraga. Pokoknya jangan tempat pemukiman,”jelas Hamzah.(mr)