Rabu, 12 Januari 2011

Korban Tsunami Mentawai

Pergi Pesta, Pulang Bawa Luka

Untung tak dapat diraih, Malang tak dapat ditolak. Kepergian Seltina warga Dusun Blok Moa menghadiri pesta di Sagobungbung nyatanya menjemput takdirnya. Disaat pesta berlangsung, gempa dan tsunami datang menyapu perhelatan hingga pesta pun harus ditutup dengan isak tangis. Tawa serta merta berubah jadi isak yang menyesakkan dada. Beruntung ia masih diberi kesempatan hidup lebih lama.

Laporan—Marisa Elsera

Kedatangan empat ambulans dari Bandara Internasional Minangkabau (BIM) ke RSUP M Djamil, Kamis (3/11) menyulut perhatian puluh pasang mata yang berada disekitar Instalasi Gawat Darurat (IGD). Perawat dan dokter RS M Djamil segera mengeluarkan tempat tidur dan membantu empat pasien yang terbaring lemah di tandu pindah ketempat tidur yang kemudian digiring ke ruang IGD.

Salah satu dari empat pasien malang itu adalah Seltina, 44 yang harus menderita Suspek Faktur Vemor Sinitrai atau skinlose, terbukanya kulit kaki bagian kanan. Sejak dibawa dari rumah sakit tentara di Mentawai kondisi Seltina cukup miris. Maklum saja, sudah seminggu lebih dia berada di pengungsian tanpa perawatan medis memadai dan istirahat yang cukup nyaman.

Seltina tergolek lemah ditandu yang ditaruh diatas tempat tidur RS M Djamil sebelum akhirnya tenaga medis mengangkat tandu itu dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur di ruang IGD. Beberapa tenaga medis langsung menangani Seltina. Secara bergantian, mulai dari dokter hingga para perawat memeriksa kondisi kesehatan Seltina. Meski sesekali meringis, tapi wajahnya masih memancarkan ketenangan.

Sementara Seltina diperiksa, suaminya, Rihat, 48 menunggui disampingnya dengan setia. Wajah pria separuh baya itu pun terlihat cemas tapi ia selalu menenangkan hati Seltina dengan melempar senyum kearahnya seolah mengatakan tak ada yang perlu dicemaskan. Tampak pancaran kasih sayang dari sorot mata Rihat saat menatap istrinya itu.

“Waktu gempa dan disusul Tsunami, Istri saya sedang berada di dusun lain yang hanya beberapa meter dari bibir pantai untuk menghadiri sebuah pesta. Sedangkan saya bersama ketiga anak tengah berada dikampung, Dusun Blok Moa,”tuturnya.

Harusnya jika Seltina membatalkan kepergiannya untuk pergi ke pesta tersebut, ia tak perlu mengalami kondisi seperti ini. Karena rumahnya yang di Dusun Blok Moa cukup jauh dari bibir pantai, yakni sekitar 7 kilometer dari Pantai. Meski digoncang gempa nyatanya rumah Seltina tidak ikut tersapu gelombang tsunami seperti dusun lainnya yang hilang tersapu.

Tapi apa mau dikata, nasib sudah menggariskan Seltina menjadi korban amuk tsunami yang selamat setelah bergulat dengan maut. Terjangan ombak dan hempasan puing-puing bangunan nyatanya tak sampai merenggut nyawa wanita asli Mentawai tersebut. Ia bertahan hidup demi si buah hati yang kini diititipkan pada keluarga di kampungnya.
Ia mengaku tak punya firasat apa-apa ketika akan pergi ke pesta di desa tetangga. Bahkan tak ada dari tamu pesta tersebut yang mengira akan disapu tsunami setelah gempa mengguncang. Sehingga, tak seorangpun yang langsung lari ke daerah perbukitan begitu gempa reda. Barulah setelah bunyi gemuruh tersebut terdengar, tamu pesta langsung berhamburan menuju tempat tertinggi untuk menyelamatkan dirinya.

Kemarin, Jumat (5/11) sehari pasca dibawa ke RS M Djamil, Seltina sudah dirawat di ruang rawat bedah. Kondisinya sudah membaik dari pertama kali dibawa ke RS M Djamil. Bahkan wajahnya sudah tampak lebih segar dari awal masuk. Ibu dari tiga anak itu menampakkan kesembuhan yang cukup baik.

Trauma atas tsunami yang menenggelamkan tubuhnya masih membekas kuat dibenak Seltina. Bahkan jika mendengar suara gemuruh, ia mulai ketakutan. Kenangan mengerikan atas amukan gelombang tsunami masih jelas terekam. Jika kenangan itu kembali bangkit, semalaman Seltina tak bisa tidur.

“Luka ini tak seberapa jika dibandingkan dengan kesempatan hidup kedua yang diberikan Tuhan. Saya bahkan merasa hidup sudah berakhir ketika ombak itu terus menggulung tubuh saya bersama puing-puing rumah. Tapi, puji tuhan, saya masih diselamatkan,”tuturnya.

Sementara itu, humas RS M Djamil, Gustafianov yang turut mengunjungi Seltina di kamarnya menjelaskan bahwa kondisi fisik Seltina cukup membaik begitupun dengan luka terbuka di kakinya. Namun trauma mental pascatsunami masih belum hilang dari benaknya. Oleh sebab itu, jika kondisi pasien sudah makin baik, pihak rumah sakit berencana akan mengirimkan psikolog untuk trauma healing.



Tidak ada komentar: