Selasa, 11 Januari 2011

Korban Tsunami Kabupaten Mentawai

Ajai Pratama Muhammad, Korban Gempa 2009
Ingin Jadi Atlet Lari

Sudah jatuh, tertimpa tangga. Itulah yang dialami Ajai Pratama Muhammad yang terlahir tanpa langit-langit dan diabetes yang kemudian juga harus mengalami amputasi pada lengan kanannya setelah gempa 2009 lalu. Tapi cobaan itu ia telan dengan keikhlasan hingga tak ada sesal tuk hadapi hidup ini. Ia terus mengejar citanya menjadi seorang atlet nasional. Bagaimana perjuangannya hidupnya?

Laporan—Marisa Elsera
Kita memang kadang perlu belajar dari seorang bocah. Jika kita ingat kembali, semangat sebagai anak-anak sangat kuat untuk menerjang semua halangan dan tantangan. Satu contoh nyata adalah saat kita belajar berjalan. Meski jatuh berkali-kali, sebagai seorang bocah kita tentunya terus berusaha hingga benar-benar bisa berjalan seperti saat ini.
Seperti yang tengah dihadapi oleh Ajai Pratama Muhammad, bocah berusia 9 tahun  yang memiliki semangat yang tak pernah padam persis bara api yang terus menyala. Ujian yang menimpa Ajai memang sangat berat. Betapa tidak, Sejak dilahirkan, Ajai sudah terlahir tanpa langit-langit yang menyebabkannya harus dioperasi. Operasi itu secara tidak langsung  menyebabkan bibir Ajai sumbing.
Kondisi itu diperparah lagi ketika gempa menggoncang Sumbar 30 Setember 2009 lalu menyebabkan Ajai kehilangan tangan kanannya. Kini, bocah malang itu harus menderita dua cacat sekaligus. Sedih pasti, tapi anak pertama dari pasangan Fitriyeni dan Erizal itu tak ingin larut. Usia manusia tiada yang tahu, selagi nafasnya masih berhembus ia akan bersemangat.
Makin ditimpa musibah, makin membara semangatnya untuk maju. Mimpinya tuk menjadi atlet cabang olahraga renang atau cabang atletik tak ia kubur begitu saja. Meski dengan sebelah tangannya, ia yakin bisa tetap menjadi atlet berkebutuhan khusus. Karena itu, hampir setiap hari dia latihan fisik di pantai belakang rumah neneknya, di Ketaping. Kuatnya keinginannya untuk menjadi atlet patut diteladani.
Kendati tumbuh dengan keterbatasan, Ajai membuktikan bahwa dunia belumlah berakhir bagi dirinya. Ia tumbuh menjadi bocah yang periang dan murah senyum seolah-olah tak terjadi suatu apa pun dalam dirinya. Tanpa menggunakan tangan palsunya, Ajai bisa bergaul dengan teman sekolahnya dan masyarakat sekitarnya tanpa sungkan ataupun minder.
“Aku ingin jadi perenang, meskipun hanya diturnamen khusus anak berkebutuhan khusus. Yang penting aku bisa melanjutkan hobiku,”tutur Ajai yang saat ditemui Padang Ekspres tengah berkumpul dengan teman sepermainannya.
Saudara laki-laki dari Azizah dan Arul Nursani itu mengaku tidak putus asa dengan kekurangan di tubuhnya meski ia belum tahu bagaimana masa depannya kelak serta bagaimana ia bisa mengubah hidupnya dengan kondisinya saat itu. Hingga suatu ketika ia menonton sebuah pertandingan olahraga nasional yang menumbuhkan cita-citanya untuk menjadi atlet berkebutuhan khusus.

Bagai gayung bersambut, ayah Ajai, Erizal memiliki teman yang mempunyai akses ke Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Sumbar. Jika nantinya saat diseleksi Ajai cukup berbakat untuk ditimpa sebagai atlet, maka tidak menutup kemungkinan kesempatan menjadi atlet berkebutuhan khusus bisa dicapai bocah yang tak menyukai ikan itu.

“Semoga saja Ajai bisa mewujudkan cita-citanya. Anak ini memang ajaib. Meski beberapa kali sekarat, tapi masih bisa bertahan hidup. Mentalnya pun kuat, tak pernah ia menangisi kondisinya yang seperti ini,”tutur Erizal, ayah Ajai saat ditemui di rumahnya, di Padang Sarai Kecamatan Koto Tangah.

Diuraikan Erizal, sebenarnya Ajai ingin menjadi atlet seutuhnya tanpa menyandang status cacat. Namun, gempa 2009 lalu, telah menggugurkan cita-citanya menjadi atlet normal. Ketika itu, Ajay tengah bermain di rumah neneknya di Ketaping. Tiba-tiba gempa kencang menggoncang. Ajay kemudian berlari ke luar rumah. Namun naas, ia tersandung reruntuhan bangunan rumah hingga tangan kanannya terkilir.

Begitu gempa usai, tangan Ajai yang sakit segera diurut. Usai berurut, Ajai tidak merasakan sakit lagi di tangan kirinya. Ajai maupun orangtuanya tak ada yang berfikir bahwa efek dari jatuhnya Ajai akan cukup besar. Tapi naas, seminggu kemudian tangan Ajai yang sempat cidera kembali sakit. Kali ini lebih parah dibandingkan seminggu sebelumnya. Tangan hingga dada kanan ajai membiru, nafasnya pun tersengal-sengal.

“Sorenya saya bawa Ajai ke rumah sakit tentara di Gantiang. Di sana Ajay diperiksa dan di rawat intensif. Malamnya, dokter meminta kami untuk memberikan izin mengamputasi tangan Ajai. Terpaksa kami mengizinkan diamputasi agar Ajai bisa diselamatkan,”tuturnya sambil mencium adiknya, Azizah.
Kisah hidup dan tekad kuat anak seorang nelayan ini patut dijadikan inspirasi banyak orang agar mampu mendobrak segala keterbatasan. Bahkan jika kelak ia bisa menjadi atlet berkebutuhan khusus, Ajai berharap bisa menjadi juara dunia renang pada kejuaraan olimpiade tersebut. Dia bekerja keras untuk mewujudkan impiannya tersebut. Jika melihat kesungguhan dan tekadnya, sepertinya impian itu tak mustahil untuk dicapai. Sebab, sejatinya kesungguhan dan tekad kuat yang dilandasi kerja keras akan mampu menaklukkan segala tantangan. (m)


Tidak ada komentar: