Rabu, 26 Januari 2011

Pemprov Gelar Pemetaan Potensi

Perubahan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkungan Pemprov Sumbar tampaknya akan segera terjadi. Pasalnya, Pemprov telah melakukan uji analisis jabatan dalam penataan dan pemetaan potensi pegawai yang melibatkan sekitar 470 pejabat eselon II, III dan IV, Sabtu dan Minggu (22 s/d 23 Januari) kemarin. Uji pemetaan potensi ini ditujukan agar penempatan pegawai sesuai dengan potensi dan tupoksi pegawai.
Wakil Gubernur Sumbar, Muslim Kasim mengungkapkan dengan analisis jabatan (anjab) ditujukan untuk membantu pengambil kebijakan dalam menempatkan pegawai sesuai potensinya. Sehingga baik pegawai maupun Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) akan menunjukkan kinerja optimal dan bisa bekerja maksimal.
“Kegiatan uji kompetensi bagi para pejabat ini, merupakan upaya pemetaan potensi pegawai, yang hasilnya nanti akan menjadi bahan referensi atau pertimbangan kepala daerah, untuk menempatkan para pejabat, pada pos pelayanan masing-masing,”jelas Muslim Kasim.
Lebih lanjut dikatakan mantan Bupati Padang Pariaman itu, pemprov Sumbar tengah melakukan upaya pengembangan dinas dan kelembagaan, termasuk membentuk badan kelengkapan daerah, yang membutuhkan pejabat yang kredibel, memiliki integritas dan kompetensi, terhadap tugas pokok dan fungsi yang dibebankan kepadanya. Sehingga dengan uji kompetensi dan assessment psychology tersebut, akan didapat informasi potensi para pejabat Sumbar.
Tes pemetaan potensi itu, tutur Muslim dilakukan secara tertulis. Sekitar 1 minggu sejak ujian akan diketahui hasil tes. Berdasarkan hasil itulah Pemprov akan melakukan penetapan pegawai sesuai denga potensi dan kapasitasnya. Pelaksanaan tes ini merupakan bentuk keseriusan Gubernur dan Wagub untuk meningkatkan sumber daya manusia dilingkungan rumah bagonjong.
Sebelumnya, Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno terus mengeluhkan kinerja pegawainya yang dianggap lemah, lamban dan tidak disiplin. Tanpa ragu ia mengungkapkan hanya sekitar 30 persen pegawai Pemprov yang bekerja maksimal sedangkan sisanya dianggap lalai. Sebab itulah, perlu dilaksanakan pemetaan potensi untuk menempatkan pegawai di bidang yang sesuai dengan kemampuannya.
“Ada satuan kerja (satker) yang pegawainya menumpuk tapi tidak ada yang bisa kerja. Namun di satker lain, pegawainya sedikit tapi bisa bekerja semua. Saya rasa anjab ini sangat penting untuk diterapkan sehingga potensi setiap pegawai dan satker dapat tereksplorasi dengan optimal,”jelas Irwan kala itu.
Irwan yakin dengan pemetaan potensi bemanfaat untuk peningkatan pembangunan di Sumbar. Irwan tampaknya tak ingin buru-buru melakukan mutasi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Sumbar sebab itu perlu gambaran pemetaan potensi pegawai di rumah bagonjong. “Untuk menentukan satuan kerja dalam melaksanakan pemerintahan lima tahun kedepan tak boleh gegabah. Sebab itulah, penting diterapkan analisis jabatan (anjab) dalam penataan dan pemetaan potensi pegawai,”jelasnya.

“Saya rasa analisis jabatan ini sangat penting untuk diterapkan sehingga potensi setiap pegawai dan satker dapat tereksplorasi dengan optimal. Pada akhirnya potensi ini bisa digunakan sebesar-besarnya untuk peningkatan pembangunan di Sumbar, “ ujar Irwan.

Terkait pemberitaan yang mengeluhkan pelayanan pada SKPD dan satker di lingkungan pemprov, tutur Irwan harus dilakukan dengan introspeksi ke dalam. Kekurangan itu harus dievaluasi dan kemudian diperbaiki. Usai dilakukan pemetaan potensi, tutur Irwan ia berjanji akan mengangkat pejabat eselon I, II, III, dan IV setelah melalui uji kelayakan dan test.

“Kalau memang ada pejabat eselon IV yang berpotensi setelah dilakukan tes, tak menutup kemungkinan orang-orang itulah yang akan dipakai pemprov. Kita jangan terpaku pada jenjang karir, tapi harus lebih prioritaskan prestasi,” ungkapnya.

Karena tak ingin mendapatkan pemangku kebijakan yang salah, maka Irwan mengaku masih membutuhkan sedikit waktu lagi untuk mengumumkan mutasi pejabat di rumah bagonjong itu. Ia tak ingin memasang deadline pembongkaran cabinet, sebab hal itu akan berdampak pada pengambilan keputusan yang tergesa-gesa.

“Kita lihat saja dulu bagaimana potensi pegawai kita. Nanti akan tergambar mana mereka yang memang berkompeten, mana yang pasif. Tentunya penilaian kita murni dari prestasi mereka,”ulas mantan anggota DPR RI Komisi X itu.
Sementara itu, Kepala Dinas Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sumbar, Jayadisman mengungkapkan untuk melakukan uji pemetaan potensi ini, Pemrpov bekerjasama dengan lembaga P3M Universitas Indonesia. Uji kompetensi bagi para pejabat Pemprov Sumbar itu tidak jauh berbeda dengan uji fit and proffer test, yakni konsentrasi pada tingkat kemampuan intelektual, terutama soal tugas pokok dan fungsi, manajemen kepemimpinan dan aspek kepribadian para pejabat peserta ujian.
“Sabtu kemarin ada 240 peserta yang terdiri dari eselon II dan sebagian eselon III. Minggu kemarin baru 230 peserta dari eselon III dan IV yang dites secara tertulis. Mengenai hasilnya, kita serahkan pada UI untuk memeriksa,”jelas Jayadisman. (m)


Tekan Harga Beras dengan Operasi Pasar

Operasi Pasar (OP) dan pendistribusian beras miskin (raskin) merupakan upaya dalam meredam harga beras di Sumbar. Setelah beberapa pekan terjadi kelangkaan disertai melonjaknya harga beras, sudah delapan kabupaten/kota yang mendistribusikan raskin yakni Kota Padang, Pariaman, Pesisir Selatan, Payakumbuh, Bukittinggi, Solok Selatan, Kabupaten Solok, Kota Solok dan Sawahlunto.

Asisten II Setdaprov Sumbar, Syafrial menggungkapkan pendistribusian beras miskin (Raskin) ditujukan agar meredam harga beras. Kenaikan harga beras mulai dari 1 hingga 12 persen tersebut diharapkan bisa distabilkan melalui pendistribusia raskin di kab/kota.

“Saat ini suda 8 kab/kota yang distribusikan raskin. Kota Padang mendistribusikan sebanyak 445 ton beras, Payakumbuh 55 ton, Padangpanjang 1,3 ton, Padang Pariaman 217 ton beras, Agam 280 ton, Limapuluh Kota 267 ton, Bukittinggi 47 ton dan Tanah Datar 254 ton,”ungkapnya.

Pagu alokasi beras untuk keluarga miskin (Raskin) Sumbar tahun 2011, jelas Syafrial mengalami peningkatan dibandingkan 2010 lalu. Jika sebelumnya pagu raskin hanya sekitar 43 juta ton diperuntukkan bagi 257 rumah tangga sasaran (RTS). Tahun 2011 bertambah menjadi 46,3 juta ton raskin atau meningkat sekitar 3 juta ton dengan jumlah RTS yang sama. Penambahan pagu raskin ini bukan karena terjadi penambahan RTS, tapi karena volume beras yang dijatahkan bertambah menjadi 15 kilo untuk 12 bulan padahal tahun 2010 lalu, volume beras hanya 13 kilo.

”Masing-masing RTS akan mendapat alokasi penyaluran Raskin sebanyak 15 kilogram untuk satu kali alokasi Raskin per bulannya. Sedangkan harga tebus Raskin di tingkat titik distribusi tidak berubah atau sama seperti tahun 2010 yakni Rp1.600 per kilogram,”ungkap Syafrial.

Pendistribusian raskin diberikan pada 3 wilayah kerja, yakni divre Padang, Bukittinggo dan Solok. Untuk divre Padang yang terdiri dari Kota Padang, Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai dialokasikan mendapatkan pagu Rp 17,9 juta ton untuk 99.626 RTS.

Sedangkan untuk wilayah kerja sub divre Bukittinggi meliputi Pasaman, Pasaman barat, Agam, Limapuluhkota, Bukittinggi, Payakumbuh dan Padang Panjang diserahkan pagu 16,2 juta ton raskin untuk 90.204 RTS. Divre Solok juga dijatahkan 12,1 juta ton untuk 67.608 RTS yang meliputi Kab.Sawahlunto/Sijunjung, Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, Tanah Datar, Kota Sawahlunto dan Solok.

"Penyaluran Raskin tetap dilakukan satu bulan penuh mulai Januari hingga Desember 2011, setiap RTS sebesar 15 kilogram," Jelas pria berkacamata itu.

Kabid Pelayanan Publik Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sumbar, Heru Hariyanto mengungkapkan penyaluran raskin di Sumbar dilakukan melalui tiga gudang Sub-divre Dolog yakni di wilayah Padang, Bukittinggi dan Solok. Sementara itu, untuk melakukan pengawasan dan kontrol pendistribusian raskin, telah dilakukan Rakor Kementerian Kesra di wilayah bersama Tim Koordinasi Raskin yang intinya meminta Perum Bulog meningkatkan dan melakukan pengecekan kualitas dan kuantitas beras Raskin.

”Salah satunya melakukan pengecekan kualitas baik isi maupun standar beras yang dikonsumsi. Di lain pihak Rakor itu juga mengimbau agar kabupaten/kota untuk menyediakan dana talangan untuk membantu biaya distribusi Raskin dari titik distribusi di tingkat Desa ke tingkat RT/RW,”ungkapnya.

Beras Raskin, jelas Heru merupakan beras kualitas medium yang dikekola oleh Bulog dengan spesifikasi kadar air maksimal 14 persen, butiran patah 20 persen, kadar menir maksimal dua persen dan derajat sosoh 95 persen. Beras yang ditujukan untuk memberikan bantuan bidang pangan kepada rumah tangga miskin itu guna memenuhi kebutuhan gizi dan mengurangi beban pengeluaran keluarga melalui penjualan beras.

“Karena itu, segeralah kabupaten/kota Sumbar menebus raskin tahun 2011 ini,”jelasnya.

Selain pendistribusian raskin, juga terus dilakukan OP lewat kios-kios, pasar-pasar dan pemukiman. Kab/kota telah menetapkan HET untuk OP memang setelah mengkalkulasi harga dasar beras yang dipatok bulog ditambah biaya distribusi dan margin. Sehingga untuk masing-masing kab/kota nantinya akan didapat HET yang berbeda karena jarak pendistribusian.

Masing-masing toko dan pemukiman dipasok sebanyak 500 kg beras. Namun jika stok itu belum bisa memenuhi kebutuhan, maka Bulog akan menambah menjadi 1 ton untuk beras medium. Untuk harga beras medium masih stabil setelah dilakukan OP di Padang, tapi untuk beras kualitas I, II dan III seperti Beras Sokan, IR 42 dan Solok memang masih terus meningkat karena tidak termasuk beras yang disubsidi. Dua minggu melakukan OP, Bulog sudah mendistribusikan sebanyak 98,5 ton beras.  (m)



Mentawai Early Recovery



Padang,Padek—Tampaknya pemerintah belum siap untuk melaksanakan rehab rekon (RR) pascatsunami di Mentawai. Sebab, setelah 3 kali perpanjangan masa tanggap darurat belum juga dimulai rehab rekonstruksi. Seharusnya usai masa tanggap darurat 31 Desember lalu segera dilakukan rehab rekon tapi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) justru menyediakan dana sebesar Rp 13,9 miliar untuk masa early recovery (percepatan pemulihan), yakni masa transisi dari tanggap darurat menuju RR.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Harmensyah mengungkapkan masa early recovery (ER) itu dilakukan guna mensinergikan dan mempersiapkan masyarakat Mentawai menuju RR. Sebab itulah percepatan pemulihan Mentawai akan dilakukan dalam dua bulan pertama 2011 ini.

“Ini merupakan program pemulihan dini yang akan melibatkan masyarakat korban tsunami Mentawai, relawan dan pemerintah. Karena itu, kita minta pada Pemkab untuk segera mempersiapkan ruang pelatihan dan fasilitas lainnya,”instruksi Harmen saat rapat bersama pemerintah, PMI dan NGO di ruang rapat BPBD Sumbar, Selasa (19/1).

Tapi ketidaksiapan pemerintah juga tampak pada masa percepatan pemulihan ini. Sebab, rapat koordinasi yang dilakukan oleh pemerintah dan nonpemerintah baru dilakukan 24 Januari mendatang, artinya awal Februari masa percepatan pemulihan ini efektif dilaksanakan. Padahal masa percepatan pemulihan sudah terhitung awal Januari ini hingga akhir Februari mendatang.

Lambannya percepatan pemulihan Mentawai juga dibuktikan dari keterlambatan penyampaian petunjuk teknis (juknis) pemulihan ke pemkab Mentawai. Padahal jika pemulihan ingin segera dilakukan tentunya pemerintah sejak jauh hari telah merancang juknis rehab rekon dan percepatan pemulihan sehingga bisa efektif dan tepat waktu.

Harmensyah membenarkan pihaknya belum menyampaikan juknis percepatan pemulihan dan RR pada Pemkab Mentawai yang disebabkan oleh keterlambatan juknis dari pemerintah pusat. Otomatis, sosialisasi juknis ke kabupaten juga molor. Sesuai juknis dari BNPB, dana early recovery sebesar Rp 13,9 miliar itu tidak boleh digunakan untuk pengadaan barang hanya diizinkan untuk pelatihan dan persiapan menuju masa rehab rekon.

Sayangnya, BPBD belum mempunyai konsep untuk percepatan pemulihan sehingga perlu mengadakan rapat dengan lembaga nonpemerintah dalam mengupayakan pemulihan pra-rehab rekon yang akan diadakan di Pangeran Beach Hotel Rabu (24/1) dan Kamis (25/1) mendatang. “Pada masa ini kita minta Pemkab bersiap dengan mengesahkan kepengurusan PjOK. Sebab sejak tanggap darurat lalu kita sudah ingatkan tapi sekarang belum juga disahkan,”tutur pria berkacamata itu.

Sementara itu, Pemkab Mentawai meragukan kesiapannya dalam efektivitas masa ER. Sebab, waktu pelaksanaan hanya 1 bulan sedangkan dana yang dicurahkan oleh BNPB cukup besar. Waktu pelaksanaan masa ER dinilai sangat minim dilakukan dalam mempersiapkan masa RR nantinya. Sebab, banyak infrastruktur yang hancur pascatsunami begitupun halnya dengan kondisi masyarakat yang masih gamang dan tinggal di daerah pengungsian.

“Kalau memang masa ER ini akan dilakukan, harus ada juknis dan kesepakatan yang kita buat seperti pembenahan manajemen dan rancangan struktur atau tim kerja pada masa percepatan pemulihan. Agar tidak ada salah komunikasi dan bentrok antar instansi dikemudian hari,”ungkap wakil bupati Mentawai, Wakil Bupati Mentawai Yudas Sabagalet.

Plt Sekda Mentawai, Faisal Syarif mengungkapkan Pemkab telah melakukan penunjukan Penanggungjawab Operasional Kegiatan (PjOK) Mentawai, tapi sedang menunggu tandatangan dari Bupati Mentawai, Edison Saleleubajaj. Sebelum Februari, PjOK sudah terbentuk dan bisa bekerja dalam masa RR.

Pascatsunami Mentawai, telah dilakukan berbagai program pemulihan oleh pemerintah maupun lembaga nonpemerintah. Pada masa ER dan RR mendatang, beberapa NGO telah merancang program guna membantu percepatan pemulihan Mentawai. Seperti yang dilakukan Mercy Corps, dengan mengadakan promosi kesehatan yang melibatkan 40 ribu masyrakat Mentawai dari Pagai Utara, Pagai Selatan, Sipora Selatan dan Sikakap sejak awal 2011 hingga Oktober mendatang.

Begitupun dengan Survaid yang telah melaksanakan sanitasi total berbasis masyarakat yang melibatkan 5.178 masyarakat sipora selatan dan pagai selatan sejak November 2010 hingga akhir 2011 nanti. Sementara Yayasan Fiel Indonesia juga mengadakan riset perencanaan kesehatan berbasis masyarakat yang dilakukan di Maonai dan Tumalai Februari 2011 ini.

“Ada banyak program yang telah dibantu oleh lembaga nonpemerintah. Nantinya kami tinggal melanjutkan program ini sehingga tidak perlu dimulai dari nol lagi,”tutur Faisal. (m)


Huntara Pagai Selatan Molor

Persoalan molornya pembangunan hunian sementara (Huntara) untuk korban tsunami di Pagai Selatan, Kabupaten Mentawai menjadi isu nasional. Sebanyak 516 huntara yang rencananya dibangun oleh Palang Merah Indonesia (PMI) nyatanya masih terkatung-katung. Padahal, awalnya PMI menargetkan pembangunan huntara selesai jelang Natal 2010 lalu tapi nyatanya hingga kemarin, Rabu (19/1) baru 23 huntara yang telah siap huni.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Hermansyah mengungkapkan lambannya pembangunan huntara di Pagai Selatan telah menyebabkan kecemburuan social pada korban tsunami di Mentawai. Sebab, huntara di Pagai Utara sudah hampir selesai sementara di Pagai Selatan belum bisa dipastikan waktu selesainya.

“Kalau memang tidak sanggup, PMI bisa menurunkan target pembangunan huntaranya. Kalau tidak bisa 516 huntara, berapa sanggupnya? Yang realistis saja, sebab kasihan masyarakat dibiarkan terkatung-katung,”tutur Harmensyah.

Lebih lanjut pria berkacamata itu mengungkapkan sistem dan strategi pembangunan huntara PMI juga dinilai tidak efektif. Sebab, tanpa memberikan modal untuk membeli bahan bangunan maka masyarakat akan kesulitan untuk membeli bahan bangunan. Seharusnya, masyarakat diberikan modal untuk membeli bahan barulah efektif mempercepat pembangunan huntara.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah berkomitmen jika PMI tidak mampu menyelesaikan 516 huntara, BNPB bersedia membantu namun bantuan itu harus menunggu pernyataan sikap dari PMI. Sebab, PMI sebelumnya telah komitmen untuk menyelesaikan huntara tersebut.

“Saya minta untuk pembangunan rehab rekon Mentawai yang akan kita lakukan setelah berakhirnya masa early recovery nanti dirancang sebaik mungkin. Jangan sampai strategi kita justru membuat masyarakat semakin menderita. Untuk itulah kita perlu musyawarah dengan semua elemen baik pemerintah maupun lembaga nonpemerintahan seperti media, NGO,”ungkapnya usai rapat koordinasi dengan lembaga nonpemerintahan, Rabu (19/1) di ruang rapat BPBD Sumbar.    

Di ruangan yang sama, Humas PMI, Eko Suhadi tak menampik lambannya pembangunan huntara oleh PMI. Hingga kemarin baru 23 huntara yang sudah dihuni oleh korban tsunami sedangkan 325 huntara lagi dalam proses siap huni. Sebagian huntara tinggal menunggu atap sedangkan sebagian lagi menunggu dinding. Akhir Februari ditargetkan akan pembangunan selesai.

Eko mengurai, kesulitan dalam membuka lahan dan mendapatkan bahan bangunan seperti kayu membuat pembangunan huntara di Pagai Selatan terkendala. Membuka jalan di Pagai Selatan menuju kea rah selatan hingga kilometer 40 menyebabkan kelambanan pembangunan.

“Kita juga terkendala oleh cuaca. Hujan dan badai membuat pembangunan terkendala. Padahal saat ini untuk membangun huntara tidak saja diserahkan pada korban gempa tapi telah dikirimkan tukang untuk membantu pembangunan,”ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Mentawai, Yudas Sabagalet mengatakan masih banyak permasalahan yang harus dibenahi secepat mungkin di beberapa titik lokasi pengungsian. Permasalahan yang mendesak untuk kebutuhan pengungsi korban tsunami Mentawai saat ini adalah bantuan tenaga medis dan obat-obatan, trauma healing. Ia berharap dengan masa early recovery (ER) Februari mendatang akan membantu proses rehab rekon Mentawai. Karena itu ia berharap petunjuk teknis ER akan disingkronkan dengan program rehab rekon (RR). (m)

Rabu, 12 Januari 2011

Pagu Raskin 2011 Meningkat


Padang,Padek—Kabar gembira bagi rumah tangga miskin di Sumbar. Pagu alokasi beras untuk keluarga miskin (Raskin) Sumbar tahun 2011 mengalami peningkatan dibandingkan 2010 lalu. Jika sebelumnya pagu raskin hanya sekitar 43 juta ton diperuntukkan bagi 257 rumah tangga sasaran (RTS). Tahun 2011 bertambah menjadi 46,3 juta ton raskin atau meningkat sekitar 3 juta ton dengan jumlah RTS yang sama.

Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setprov Sumbar, Syafrial mengungkapkan penambahan pagu raskin ini bukan karena terjadi penambahan RTS, tapi karena volume beras yang dijatahkan bertambah menjadi 15 kilo untuk 12 bulan padahal tahun 2010 lalu, volume beras hanya 13 kilo.

”Masing-masing RTS akan mendapat alokasi penyaluran Raskin sebanyak 15 kilogram untuk satu kali alokasi Raskin per bulannya. Sedangkan harga tebus Raskin di tingkat titik distribusi tidak berubah atau sama seperti tahun 2010 yakni Rp1.600 per kilogram,”ungkap Syafrial ditemui di ruangannya, Selasa (11/1).

Pendistribusian raskin, jelas Syafrial diberikan pada 3 wilayah kerja, yakni divre Padang, Bukittinggo dan Solok. Untuk divre Padang yang terdiri dari Kota Padang, Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai dialokasikan mendapatkan pagu Rp 17,9 juta ton untuk 99.626 RTS.

Sedangkan untuk wilayah kerja sub divre Bukittinggi meliputi Pasaman, Pasaman barat, Agam, Limapuluhkota, Bukittinggi, Payakumbuh dan Padang Panjang diserahkan pagu 16,2 juta ton raskin untuk 90.204 RTS. Divre Solok juga dijatahkan 12,1 juta ton untuk 67.608 RTS yang meliputi Kab.Sawahlunto/Sijunjung, Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, Tanah Datar, Kota Sawahlunto dan Solok.

"Penyaluran Raskin tetap dilakukan satu bulan penuh mulai Januari hingga Desember 2011, setiap RTS sebesar 15 kilogram," Jelas pria berkacamata itu.

Kabid Pelayanan Publik Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sumbar, Heru Hariyanto mengungkapkan penyaluran raskin di Sumbar dilakukan melalui tiga gudang Sub-divre Dolog yakni di wilayah Padang, Bukittinggi dan Solok. Sementara itu, untuk melakukan pengawasan dan kontrol pendistribusian raskin, telah dilakukan Rakor Kementerian Kesra di wilayah bersama Tim Koordinasi Raskin yang intinya meminta Perum Bulog meningkatkan dan melakukan pengecekan kualitas dan kuantitas beras Raskin.

”Salah satunya melakukan pengecekan kualitas baik isi maupun standar beras yang dikonsumsi. Di lain pihak Rakor itu juga mengimbau agar kabupaten/kota untuk menyediakan dana talangan untuk membantu biaya distribusi Raskin dari titik distribusi di tingkat Desa ke tingkat RT/RW,”ungkapnya.


Beras Raskin, jelas Heru merupakan beras kualitas medium yang dikekola oleh Bulog dengan spesifikasi kadar air maksimal 14 persen, butiran patah 20 persen, kadar menir maksimal dua persen dan derajat sosoh 95 persen. Beras yang ditujukan untuk memberikan bantuan bidang pangan kepada rumah tangga miskin itu guna memenuhi kebutuhan gizi dan mengurangi beban pengeluaran keluarga melalui penjualan beras.

“Karena itu, segeralah kabupaten/kota Sumbar menebus raskin tahun 2011 ini,”jelasnya.

Sementara itu, Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno dalam surat keputusan gubernur Sumbar tentang perincian beras bagi keluarga miskin kab/kota provinsi Sumbar ditetapkan bahwa biaya pendistribusian raskin dari gudang divre /sib divre Perum Bulog Sumbar hingga titik distribusi menjadi tanggungjawab Divre/Sub Divre Perum Bulog Sumbar.

Penetapan titik distribusi disesuaikan dengan kondisi daerah setempat dengan kriteria jalan dapat ditempuh oleh kendaraan bermuatan 18-20 ton, mempunyai gudang penyimpanan sementara yang memadai, letak strategis dan mudah di jangkau, serta pelaksana distribusi yang ditunjuk oleh pemda. (m)

Pemprov Sumbar Tanggapi Sembako Mahal

Padang,Padek—Warga menjerit karena harga sembako melejit beberapa pekan ini. Tapi baru kota Padang yang telah menggelar operasi pasar (OP), sedangkan dua kota lainnya yakni Pariaman dan Solok menyusul akan menggelar OP dalam minggu ini. Sementara kabupaten/kota lainnya masih santai menghadapi lonjakan harga beras yang terus merangkak hingga 12,5 persen dari patokan minggu lalu.

Kabid Pelayanan Publik Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sumbar, Heru Hariyanto mengungkapkan HET untuk OP memang ditetapkan oleh kab/kota sesuai dengan kalkulasi harga dasar beras yang dipatok bulog ditambah biaya distribusi dan margin. Sehingga untuk masing-masing kab/kota nantinya akan didapat HET yang berbeda karena jarak pendistribusian.

“Hingga Senin kemarin (9/11), OP telah dilakukan di 47 titik di Padang. Terbagi atas tiga saluran yakni satuan tugas (satgas), toko dan pemukiman,”tutur Heru usai rapat kerja dengan SKPD terkait, Selasa (11/1) di ruang kerja asisten ekonomi dan pembangunan Setprov Sumbar.

Lebih lanjut Heru mengungkapkan, Masing-masing toko dan pemukiman dipasok sebanyak 500 kg beras. Namun jika stok itu belum bisa memenuhi kebutuhan, maka Bulog akan menambah menjadi 1 ton untuk beras medium.

Dari pantauan Bulog, diketahui harga beras medium masih stabil setelah dilakukan OP di Padang, tapi untuk beras kualitas I, II dan III seperti Beras Sokan, IR 42 dan Solok memang masih terus meningkat karena tidak termasuk beras yang disubsidi. Dua minggu melakukan OP, Bulog sudah mendistribusikan sebanyak 98,5 ton beras. 

Kasi Pemasaran Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Sumbar, Iryana Dewi Yeni mengungkapkan dalam minggu kedua Januari ini harga beras kembali melonjak menjadi Rp 18 ribu per gantang padahal minggu lalu hanya Rp 16 ribu per gantang untuk beras kualitas I.

Lonjakan harga beras itu, disinyalir disebabkan oleh berkurangnya luas pertanaman sejak September 2009 silam. Tak tanggung-tanggung, pengurangan pertanaman itu mencapai 6 ribu hektar. Akibatnya, stok beras Sumbar masih tak sebanding dengan kebutuhan. Terlebih dengan anomali cuaca, yakni curah hujan di atas normal pada musim kemarau membuat gagal panen.

“Karena bulan puasa lalu, petani banyak yang tidak menanam. Ini berimbas pada stok beras empat bulan kemudian. Biasanya luas petanaman pagi mencapai 35 ribu hektar, tapi di bulan September hanya 29 ribu, kemudian November bertambah menjadi 35.400 hektar dan Desember menurun kembali menjadi 32 ribu hektar karena anomali cuaca.

Berbeda dengan Iryana, Kabid Distribusi Harga Pangan Badan Ketahanan Pangan Sumbar, Novian Jamil mengungkapkan kekurangan stok beras di Sumbar dindikasi karena ada pelaku pasar dari luar Sumbar yang langsung membeli beras ke petani Sumbar. Sehingga harga berkurang di kelompok tani.
“Kami lihat pelaku pasar dari luar Sumbar langsung beli ke petani kita. Itu menyebabkan beras di pasaran jadi berkurang. Disamping alasan hujan dan pengurangan aktivitas bertanam,”tuturnya.

Sementara itu, Kabid Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Diskoperindag Sumbar, Triyani Susilowati mengungkapkan selain beras, juga terjadi peningkatan harga sembako seperti minyak dan bawang merah. Khususnya untuk minyak curah, peningkatan harga mencapai Rp 500. Sebelumnya minyak curah hanya Rp 11 ribu per kilo, kini menjadi Rp 11.500 per kilo. Justru lebih mahal dibandingkan minyak berlabel.

“Kenaikan itu terjadi karena inflasi dari CPO. Jika CPO naik, maka harga minyak curah ikut naik begitu pun sebaliknya,” ungkapnya.

Begitu pun terjadi peningkatan harga untuk kacang kedelai dari Rp 7.500 menjadi Rp 8 ribu per kilonya. Sementara untuk bawang merah juga mengalami inflasi. Sebelumnya harga bawang dari Rp 12 ribu merangkak perlahan menjadi Rp 18 ribu. Tapi minggu turun lagi menjadi Rp 16 ribu. Begitu juga dengan harga daging yang turun dari Rp 67 ribu menjadi Rp 65 ribu. 

Menyikapi lonjakan harga itu, Asisten bidang Ekonomi dan Pembangunan Setprov Sumbar, Syafrial mengungkapkan lonjakan harga beras akan disikapi dengan menggelar OP. Sedangkan untuk kenaikan harga sembako lainnya, akan disikapi dengan memasok barang dari luar Sumbar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Untuk barang yang di subsidi, kami bisa lakukan intervensi. Tapi kalau untuk barang yang tidak disubsidi kami hanya bisa melakukan upaya untuk menstabilkan harga misalnya dengan menambah pasokan dari luar atau membantu dengan pembibitan,” tuturnya. (m)

Tiga Kabupaten Molor Ranperda APBD


Padang,Padek— Tenggat waktu yang diberikan pemprov Sumbar kepada pemkab/pemko untuk menyelesaikan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang APBD 2011 telah berakhir (31/12) lalu. Namun, nyatanya masih ada tiga kabupaten lagi yang belum menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD 2011 seperti Kepuluan Mentawai, Limapuluh Kota dan Solok Selatan. Sedangkan dua kabupaten lainnya yakni Sijunjung dan Kabupaten Solok sudah selesai diproses awal Januari lalu.
Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Sumbar, Zul Evi Astar mengungkapkan keterlambatan penyerahan rancangan APBD 2011 oleh tiga kabupaten/kota menyebabkan molornya evaluasi Gubernur yang berimbas pada terlambat dimulainya program yang telah diagendakan.

“Penyerahan Perda APBD ke pemprov dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kesiapan daerah dalam mendanai pembangunannya. Karena itu, setiap keterlambatan Perda APBD akan menyebabkan semakin lambatnya penyerapan anggaran belanja di daerah. Jika anggaran belanja daerah terlambat, maka realisasi pembangunan di daerah pun akan semakin terhambat,” ungkap Zul Evi Astar ditemui di ruangannya, Senin (10/1).
Lambannya penetapan perda APBD terbukti baru 10 kabupaten/kota yang telah menetapkan perda APBD dan bisa segera melaksanakan programnya . Sementara 8 kabupaten/kota lainnya justru belum mengajukan rancangan APBD untuk dievaluasi oleh Gubernur Sumbar.
Mantan wakil kepala Dinas perhubungan Sumbar mengungkapkan molornya penetapan perda APBD Sumbar hingga Januari 2011 ini akan terasa imbasnya bagi masyarakat di kabupaten tersebut. Sebab, program pembangunan kedepan yang direncanakan tentu akan terlambat dimulai karena program bary boleh berjalan jika pemkab/pemko telah mengesahkan perda APBD 2011.

Zul Evi menjelaskan saat ini Gubernur tengah melakukan evaluasi terhadap 2 kabupaten/kota yakni Kota Solok dan Pariaman dan tinggal menunggu tandatangan Gubernur serta nomor hasil evaluasinya. Sebelum penetapan perda APBD, masing-masing kabupaten/kota harus menyerahkan rancangan APBD 2011 ke DPKD yang kemudian akan disampaikan ke Gubernur untuk di evaluasi.

Penyerahan RAPBD itu, idealnya dilakukan dalam 3 hari kerja. Kemudian, proses evakuasi oleh Gubernur dilakukan selama 15 hari kerja. Setelah Gubernur selesai mengevaluasi, Pemkab dan Pemko melakukan pembahasan perda APBD maksimal 8 hari kerja kemudian baru ditetapkan perda APBD 2011.

"Kita hanya bisa menunggu hingga kabupaten itu menyerahkan rancangan perda untuk di evaluasi Gubernur. Mengenai alasan terlambatnya penyerahan itu, saya tidak bisa jawab karena mereka (kab/kota) yang lebih tahu. Nantinya jika sudah diserahkan daerah, akan terlihat besaran SILPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran) di daerah," ujarnya.


Mengenai defisit anggaran yang ditemukan di masing-masing kab/kota yang ditemukan ari hasil evaluasi APBD kab/kota yang telah dievaluasi gubernur, jelas Zul Evi Astar dapat ditutupi oleh sisa pembiayaan seperti sisa tender dan pembiayaan proyek lainnya. Kecuali kabupaten Dharmasraya yang memang mengalami defisit tanpa bisa ditutupi oleh pembiayaan lain. (m)

Selesai Perda APBD 2011    : 10 Kab/Kota
Menunggu ACC Gubernur    : Kota Solok dan
                                                Pariaman
Proses evaluasi Gub              : Padang Pariaman  
                                               dan Pesisir Selatan
Proses penetapan perda        : Sijunjung dan Kab 
                                                Solok
Belum Serahkan RAPBD     : Kab 50 kota, Solsel 
                                               dan Mentawai.






\

Kemenkeu Talangi Investasi

Padang,Padek— Pemerintah daerah di Indonesia kini dapat memanfaatkan pinjaman dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Kementerian Keuangan. Namun, proyek yang akan didanai hanyalah proyek yang dari sisi pelaksanaannya feasible dan sudah sesuai dengan standar operasional yang berlaku dan melawati studi kelayakan PIP. Pinjaman tersebut bisa membantu pemda dalam pembenahan infrastruktur guna pecepatan arus barang yang pada akhirnya akan memberikan manfaat sosial dan ekonomi masyarakat.
Kepala PIP Soritaon Siregar mengatakan peminjaman ini tidak berlaku bagi daerah yang masih mengalami kredit macet. Sebab, kredit yang diberikan oleh PIP kendati menangguk bunga minim (dibawah 10 persen) tapi ditujukan untuk meraih keuntungan sehingga pengembalian pinjaman tidak tersendat.
“Besaran pinjaman pemda tidak terbatas kok. Tujuan kita cuma ingin menyelesaikan masalah lambannya penyerapan anggaran tidak bisa menjadi alasan dalam pembangunan infrastruktur di daerah,” tutur Saritaon dalam pertemuan IPI dengan pemerintah daerah, di Aula Gubenuran, Senin (10/1).
Karena itulahm tutur Saritaon, PIP dibentuk khusus untuk memberikan pinjaman kepada pemda untuk membangun infrastruktur dan fasilitas yang berhubungan langsung dengan masyarakat di daerah seperti pembangunan ketenagalistrikan, minyak dan gas, jalan/jembatan, transportasi, telekomunikasi, pasar, rumah sakit, terminal dan air bersih.
Jaminan peminjaman, yakni dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). Dalam skema penjaminan PIP, DAU dan DAK pemda yang memperoleh kredit langsung dipotong bila tidak membayar atau melunasi pinjaman di PIP pada tahun anggaran berikutnya.
Syarat bagi pemda mengajukan pinjaman atau kredit ke PIP, yakni jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik. Ini tidak melebihi 75 persen dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Selain itu juga rasio proyeksi kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman paling sedikit 2,5 persen dan tidakmemunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman dari pemerintah.
Sebelum mendapatkan pinjaman, pemda harus mengajukan surat permohonan pinjaman dan kemudian mempresentasikan programnya. PIP akan menganalisa kelayakan proyek dan menyampaikan indicative offer (IO)ke calon mitra (pemda). Jika kedua pihak menyetujui IO, maka segera dilakukan penandatangan perjanjian dan dilakukan efektivitas perjanjian pinjaman beserta pemindahbukuan.
“Uji kelayakan ini digunakan agar tidak ada program yang salah sasaran seperti kasus terminal Aia Pacah di Padang yang nyatanya tidak berfungsi karena lokasi yang tidak cocok,”sentil Saritaon.
Pria bertubuh tinggi besar itu mengatakan kendati proyek yang dibiayai tidak berjalah sesuai rencana atau terhenti maka peminjam tetap bertanggung jawab untuk pengembalian pembayaran kewajibannya kepada PIP. Pembayaran tetap berdasarkan perjanjian semula dimana tingkat bunga yang diberikan PIP kepada pemda sekitar 7-10 persen per tahun. Untuk pinjaman antara Rp 0-100 miliar, bunga yang ditetapkan sebesar Sertifikat Bank Indonesia (SBI)) ditambah 2 persen ke atas dengan tenor lima tahun. Ini atas persetujuan dari Kepala PIP. Sedangkan untuk pinjaman Rp 100-500 miliar dengan tenor 5-10 tahun akan diberikan bunga SBI ditambah 1 persen.
Skema pinjaman pembiayaan pembangunan infrastruktur dasar daerah dengan syarat penjaminan dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) yang menjadi hak daerah. Penjaminan DAU dan DBH harus memenuhi beberapa syarat, seperti surat persetujuan DPRD dan surat pernyataan kepala daerah atas kesediaan untuk dipotong DAU / DBH secara langsung.
“Tata cara pengajuan pinjaman itu dengan cara pemda mengajukan surat permohonan kepada PIP, selanjutnya PIP mengundang pemda untuk presentasi," ujarnya.
Terkait dengan tata cara pengembalian pinjaman, pemda harus menyertakan seluruh kewajiban pinjaman, yaitu pokok ditambah bunga yang jatuh tempo dan wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran bersangkutan.
Sumber pendanaan PIP berasal dari dana kelolaan PIP.  Saat ini telah tersedia sekitar Rp14,9 triliun asset PIP yang bisa digunakan untuk pembiayaan pemda. Jika nantinya masih kekurangan dana, PIP akan menggandeng bank pembangunan daerah yang dulu mengajukan kredit untuk konsumtif dialihkan menjadi lebih produktif. Suntikan dana tersebut diharapkan segera cair, sehingga PIP juga bisa mendanai beberapa proyek lain yang mereka rencanakan untuk digarap dalam peningkatan sektor infrastruktur di Indonesia. 
Sementara itu, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setprov Sumbar, Syafrial mengungkapkan peminjaman dari PIP akan menguntungkan Pemda. Sebab, tak perlu lagi direpotkan dengan pengajuan pinjaman ke Bank. Sebab, PIP bersedia memberikan pinjaman untuk pembangunan hingga tuntas sehingga infrastruktur bisa selesai dalam waktu dekat.
“Kalau misalnya Pemda hanya mampu membangun infrastruktur jalan dalam 5 tahun mengandalkan APBD, maka dengan peminjaman ini bisa diselesaikan dalam waktu  1 tahun. Bunga pun kecil,”tuturnya.
Untuk Sumbar, Peminjaman yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan akan diprioritaskan tahun 2011 ini. Setelah selesai, barulah kesehatan, listri dan pasar yang akan dibangun dengan dana pinjaman tersebut. Tapi, tentunya pembangunan itu sesuai dengan kebutuhan masayrakat Sumbar yang disalurkan melalui Pemda. (m)