Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) secara resmi merilis hasil evaluasi kinerja dan penyelenggaran pemerintahan daerah (EKPPD). Hasilnya, dari EKPPD yang diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaran Pemda itu, menempatkan Sumbar di posisi kedelapan.
Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan, saat mengumumkan peringkat kinerja Pemda di Balai Kota Bogor bersamaan dengan peringatan Hari Otonomi Daerah (Otda) ke-15, Senin (25/4), mengungkapkan, terdapat 173 indikator penilaian berdasarkan evaluasi laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah tahun 2009, seperti kesejahteraan masyarakat, good governance, pelayanan publik, dan daya saing. Sedangkan daerah yang dievaluasi adalah 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota.
Dari 33 provinsi, peringkat pertama diraih Sulawesi Utara. Sedangkan ranking kedua adalah Sulawesi Selatan, dan ketiga adalah Jawa Tengah. Sedangkan posisi Sumbar sendiri, untuk kawasan Sumatera terbaik keempat setelah Sumatera Selatan (4), Lampung (5) dan Riau (6). Selengkapnya lihat grafis.
Sedangkan dari 398 kabupaten, hanya 343 dievaluasi. Pemkab yang masuk 10 besar sesuai ranking adalah Jombang, Bojonegoro, Sragen, Pacitan, Boalemo, Enrekang, Buleleng, Luwu Utara, Karanganyar dan Lulon Progo. Dari 343 Pemkab yang dievaluasi, 269 Pemkab masuk kategori tinggi. Jombang berada di peringkat pertama dengan skor 2,8711.
Sedangkan di posisi sedang, ada 70 Pemkab. Sisanya, lima Pemkab yang masuk kategori rendah adalah Parigi Moutong, Halmahera Utara, Supriori, Tolikara dan Seram Bagian Timur. Pemkab Seram berada di urutan terendah dengan skor 0,3764. Untuk Pemko, dari 93 Pemko hanya 86 yang dievaluasi. Sebanyak 82 Pemko berkinerja tinggi. Pemko yang masuk 10 besar sesuai ranking adalah Surakarta, Semarang, Banjar, Yogyakarta, Cimahi, Sawahlunto, Probolinggo, Mojokerto, Sukabumi dan Bogor. Surakarta berada di urutan pertama dengan 2,9346. Sedangkan Pemko yang masuk kategori sedang sesuai ranking adalah Tomohon, Singkawang, Palu dan Kupang. Kupang berada di urutan buncit dengan skor 1,3947.
Wakil Presiden Boediono yang hadir dalam acara itu mengatakan, pengumuman hasil evaluasi itu bukan sekadar pemeringkatan. ”Tapi ini adalah pengakuan bagi daerah yang baik dalam melayani masyarakatnya. Kalau yang berprestasi tidak dicatat, itu biasa. Tapi kalau yang buruk-buruk, catatannya banyak sekali,” ujar Wapres.
Meski demikian, Wapres juga mengingatkan agar daerah yang prestasinya masih pas-pasan ataupun rendah bisa memacu diri. ”Tingkatkan lagi gemanya bagi yang belum mendapat pengakuan. Tidak ada istilah tidak berhasil,” ucapnya. Mantan Menteri Keuangan itu menambahkan, salah satu bentuk prestasi pemda adalah dalam hal pengelolaan keuangan. Ia mengingatkan agar pejabat Pemda tak mudah terpeleset dengan uang yang jelas-jelas milik negara. ”Uang itu licin, akan ada tarik menarik kalau sudah soal uang. Orang sering lupa. Jadi pengelolaan keuangan daerah harus dengan setertib mungkin,” tandasnya.
Dikatakan pula, selayaknya pemda yang berprestasi mendapat insentif. Pasalnya, banyak kendala daerah yang berinovasi di tengah keterbatasan lantaran terikat dengan aturan yang ketat. ”Saya optimistis dengan inovasi yang dikeluarkan. Di tengah terpasungnya oleh aturan yang tak bisa dilepaskan, masih bisa mencoba ide-ide baru. Saya minta Mendagri agar bisa memberi insentif. Insentif kan tidak harus berbentuk uang,” pungkasnya.
Sedangkan Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, hendaknya pemeringkatan tersebut semakin memacu kinerja daerah. ”Terutama fungsinya dalam melayani masyarakat,” ucapnya sebelum membagikan penghargaan kepada para kepala daerah yang dianggap berprestasi. ”Ini adalah amanah PP Nomor 5/2008 tentang EKPPD. Hasilnya ini untuk pembinaan dan kapasatias daerah ke depan,” imbuhnya.
Djohermansayh Djohan mengakui bahwa ada beberapa daerah skornya terpaksa dikurangi lantaran kepala daerahnya ataupun pejabat daerahnya terseret dengan kasus hukum. ”Akuntabilitas dan transparansi itu merupakan indikator. Kalau ada yang terlibat kasus hukum, itu mengurangi skor,” ucapnya.
Pedomani Regulasi
Di Sumbar, peringatan HUT Otda dilaksanakan dengan upacara HUT Otda di lapangan Kantor Gubernur, kemarin (25/4). Pelaksana Tugas Sekprov Sumbar Mahmuda Rivai selaku inspektur upacara ketika membacakan amanat Mendagri mengatakan, sepuluh tahun belakangan ini telah terjadi penambahan 205 daerah otonom baru terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten dan 34 kota. Pada satu sisi peningkatan jumlah daerah otonom ini menunjukkan adanya kemajuan dalam pelaksanaan politik desentralisasi di Indonesia, namun pertumbuhan jumlah tersebut tentunya harus diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan publik di masing-masing daerah.
”Untuk itu pemerintahan daerah diharapkan dapat mempedomani berbagai regulasi yang telah disusun antara lain PP No 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk meminimalisir tumpang tindih tugas dan wewenang penyelenggaraan pemerintahan daerah,” tuturnya.
Pemerintah daerah, jelas Mahmuda, juga perlu memahami dan melaksanakan PP No 65 /2006 tentang Pedoman Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Serta, menjaga kualitas pelayanan publik dengan menerapkan standar pelayanan minimal sebagai parameter kinerja pelayanan dasar. Sehingga, dapat memberikan kepastian kualitas pelayanan bagi masyarakat serta memberikan ruang bagi mereka untuk berpartisipasi.
”Pusat saat ini tengah menyusun desain besar penataan otonomi daerah yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi semua pihak dalam melakukan pemekaran daerah agar lebih terencana,” jelas Mahmuda.
Dalam amanat itu, Gamawan juga menyebutkan pemerintah sedang menyempurnakan sistem pemilihan umum kepala daerah yang selama ini tidak efisien karena mahalnya ongkos penyelenggaraan pilkada yang membebani APBD. Serta, penyalahgunaan wewenang oleh calon incumbent, politisasi aparatur birokrasi serta munculnya kepemimpinan pemerintahan daerah yang kurang efektif karena harus menanggung beban pembiayaan pilkada yang mahal. Saat ini tengah dilakukan finalisasi pembuatan UU Pilkada. (mr)
Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan, saat mengumumkan peringkat kinerja Pemda di Balai Kota Bogor bersamaan dengan peringatan Hari Otonomi Daerah (Otda) ke-15, Senin (25/4), mengungkapkan, terdapat 173 indikator penilaian berdasarkan evaluasi laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah tahun 2009, seperti kesejahteraan masyarakat, good governance, pelayanan publik, dan daya saing. Sedangkan daerah yang dievaluasi adalah 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota.
Dari 33 provinsi, peringkat pertama diraih Sulawesi Utara. Sedangkan ranking kedua adalah Sulawesi Selatan, dan ketiga adalah Jawa Tengah. Sedangkan posisi Sumbar sendiri, untuk kawasan Sumatera terbaik keempat setelah Sumatera Selatan (4), Lampung (5) dan Riau (6). Selengkapnya lihat grafis.
Sedangkan dari 398 kabupaten, hanya 343 dievaluasi. Pemkab yang masuk 10 besar sesuai ranking adalah Jombang, Bojonegoro, Sragen, Pacitan, Boalemo, Enrekang, Buleleng, Luwu Utara, Karanganyar dan Lulon Progo. Dari 343 Pemkab yang dievaluasi, 269 Pemkab masuk kategori tinggi. Jombang berada di peringkat pertama dengan skor 2,8711.
Sedangkan di posisi sedang, ada 70 Pemkab. Sisanya, lima Pemkab yang masuk kategori rendah adalah Parigi Moutong, Halmahera Utara, Supriori, Tolikara dan Seram Bagian Timur. Pemkab Seram berada di urutan terendah dengan skor 0,3764. Untuk Pemko, dari 93 Pemko hanya 86 yang dievaluasi. Sebanyak 82 Pemko berkinerja tinggi. Pemko yang masuk 10 besar sesuai ranking adalah Surakarta, Semarang, Banjar, Yogyakarta, Cimahi, Sawahlunto, Probolinggo, Mojokerto, Sukabumi dan Bogor. Surakarta berada di urutan pertama dengan 2,9346. Sedangkan Pemko yang masuk kategori sedang sesuai ranking adalah Tomohon, Singkawang, Palu dan Kupang. Kupang berada di urutan buncit dengan skor 1,3947.
Wakil Presiden Boediono yang hadir dalam acara itu mengatakan, pengumuman hasil evaluasi itu bukan sekadar pemeringkatan. ”Tapi ini adalah pengakuan bagi daerah yang baik dalam melayani masyarakatnya. Kalau yang berprestasi tidak dicatat, itu biasa. Tapi kalau yang buruk-buruk, catatannya banyak sekali,” ujar Wapres.
Meski demikian, Wapres juga mengingatkan agar daerah yang prestasinya masih pas-pasan ataupun rendah bisa memacu diri. ”Tingkatkan lagi gemanya bagi yang belum mendapat pengakuan. Tidak ada istilah tidak berhasil,” ucapnya. Mantan Menteri Keuangan itu menambahkan, salah satu bentuk prestasi pemda adalah dalam hal pengelolaan keuangan. Ia mengingatkan agar pejabat Pemda tak mudah terpeleset dengan uang yang jelas-jelas milik negara. ”Uang itu licin, akan ada tarik menarik kalau sudah soal uang. Orang sering lupa. Jadi pengelolaan keuangan daerah harus dengan setertib mungkin,” tandasnya.
Dikatakan pula, selayaknya pemda yang berprestasi mendapat insentif. Pasalnya, banyak kendala daerah yang berinovasi di tengah keterbatasan lantaran terikat dengan aturan yang ketat. ”Saya optimistis dengan inovasi yang dikeluarkan. Di tengah terpasungnya oleh aturan yang tak bisa dilepaskan, masih bisa mencoba ide-ide baru. Saya minta Mendagri agar bisa memberi insentif. Insentif kan tidak harus berbentuk uang,” pungkasnya.
Sedangkan Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, hendaknya pemeringkatan tersebut semakin memacu kinerja daerah. ”Terutama fungsinya dalam melayani masyarakat,” ucapnya sebelum membagikan penghargaan kepada para kepala daerah yang dianggap berprestasi. ”Ini adalah amanah PP Nomor 5/2008 tentang EKPPD. Hasilnya ini untuk pembinaan dan kapasatias daerah ke depan,” imbuhnya.
Djohermansayh Djohan mengakui bahwa ada beberapa daerah skornya terpaksa dikurangi lantaran kepala daerahnya ataupun pejabat daerahnya terseret dengan kasus hukum. ”Akuntabilitas dan transparansi itu merupakan indikator. Kalau ada yang terlibat kasus hukum, itu mengurangi skor,” ucapnya.
Pedomani Regulasi
Di Sumbar, peringatan HUT Otda dilaksanakan dengan upacara HUT Otda di lapangan Kantor Gubernur, kemarin (25/4). Pelaksana Tugas Sekprov Sumbar Mahmuda Rivai selaku inspektur upacara ketika membacakan amanat Mendagri mengatakan, sepuluh tahun belakangan ini telah terjadi penambahan 205 daerah otonom baru terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten dan 34 kota. Pada satu sisi peningkatan jumlah daerah otonom ini menunjukkan adanya kemajuan dalam pelaksanaan politik desentralisasi di Indonesia, namun pertumbuhan jumlah tersebut tentunya harus diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan publik di masing-masing daerah.
”Untuk itu pemerintahan daerah diharapkan dapat mempedomani berbagai regulasi yang telah disusun antara lain PP No 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk meminimalisir tumpang tindih tugas dan wewenang penyelenggaraan pemerintahan daerah,” tuturnya.
Pemerintah daerah, jelas Mahmuda, juga perlu memahami dan melaksanakan PP No 65 /2006 tentang Pedoman Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Serta, menjaga kualitas pelayanan publik dengan menerapkan standar pelayanan minimal sebagai parameter kinerja pelayanan dasar. Sehingga, dapat memberikan kepastian kualitas pelayanan bagi masyarakat serta memberikan ruang bagi mereka untuk berpartisipasi.
”Pusat saat ini tengah menyusun desain besar penataan otonomi daerah yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi semua pihak dalam melakukan pemekaran daerah agar lebih terencana,” jelas Mahmuda.
Dalam amanat itu, Gamawan juga menyebutkan pemerintah sedang menyempurnakan sistem pemilihan umum kepala daerah yang selama ini tidak efisien karena mahalnya ongkos penyelenggaraan pilkada yang membebani APBD. Serta, penyalahgunaan wewenang oleh calon incumbent, politisasi aparatur birokrasi serta munculnya kepemimpinan pemerintahan daerah yang kurang efektif karena harus menanggung beban pembiayaan pilkada yang mahal. Saat ini tengah dilakukan finalisasi pembuatan UU Pilkada. (mr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar