Senin, 12 September 2011

Nazaruddin, Koruptor dan Aktor Berbakat 2011


by: Marisa Elsera
 
Bakat akting mantan bendahara umum Partai Demokrat, Nazaruddin terlihat begitu matang. Pasca pemulangannya ke Indonesia setelah buron selama 3 bulan, Nazaruddin tampak makin piawai memainkan perannya sebagai tersangka kasus korupsi di beberapa Kementerian itu. Tak berlebihan rasanya jika kita menyanding Nazaruddin dengan actor film terbaik di Piala Oscar 2011, Colin Firth. Bagaimana tidak, setelah sempat menghebohkan masyarakat dengan nyanyiannya, kini Nazaruddin pun membuka skenario baru dengan peran sebagai orang yang dikorbankan dan telah diintimidasi. Esok hari, peran apalagi yang akan dimainkannya?

Jika ada penghargaan koruptor Indonesia yang memainkan peran dengan apik sepanjang tahun 2011, tentunya suami dari Neneng Sri Wahyuni berhak menjadi salah satu nominatornya. Bahkan, tak menutup kemungkinan pria yang memiliki nama lengkap Muhammad Nazaruddin itu muncul sebagai pemenang. Tidak hanya dia menjalankan perannya dengan baik, Nazaruddin juga terlihat piawai menyusun skenario yang dapat membuat publik tersentak dengan nyanyiannya. 

Selama menjadi buronan dan lari ke beberapa Negara, Nazaruddin acap kali membuka suara atas keterlibatan teman-teman satu partainya yang juga menerima uang suap itu. Sebut saja Ketua Umum Demokrat, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Andi Malaranggeng dan Ibas (anak presiden Susilo Bambang Yudhoyono) menjadi bulan-bulanan tudingan pria asal Medan itu. Publik pun dibuat curiga pada independensi Komisi Pemberantasan Korupsi akibat celotehan Nazaruddin tentang pertemuannya dengan pimpinan KPK beberapa waktu lalu.

Barangkali jika nyanyian Nazaruddin itu memang benar, tentu tidak jadi soal bagi masyarakat awam. Akan tetapi setelah ketibaan Nazaruddin di tanah air, justru public kembali disuguhkan dengan scenario baru yang semakin ruwet saja. Nazaruddin justru bukannya mempertanggungjawabkan nyanyiannya di depan KPK, tapi dia malah mengirimkan surat terbuka pada Presiden yang intinya memohon orang nomor satu di Indonesia itu untuk tidak menyeret keluarga Nazaruddin dalam arus deras persoalan korupsi yang menyeretnya.

Dalam surat itu pun, Nazaruddin berjanji tidak akan buka suara soal keterlibatan orang-orang Demokrat dalam kasus suap itu jika SBY mengabulkan permintaannya. Jika didalami secara baik, tentu surat terbuka ini terasa begitu menggelitik. Bagaimana mungkin politisi pintar seperti Nazaruddin yang juga didampingi sederet pengacara beken sekelas OC Kaligis bisa salam mengirim surat ke presiden yang sebenarnya bukan penentu proses penegakan hukum yang sedang menyeretnya dan istrinya. Tentulah tampak ini sebagai scenario murahan yang dibuat Nazarudin untuk mendapatkan simpati public sekaligus meruntuhkan pamor Demokrat.

Pria yang berasal dari Desa yang berbatasan dengan Kota Pematang Siantar menuju Kota Kerasaan, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara itu menawarkan barter kasus hukum kepada Presiden SBY. Tentulah langkah Nazaruddin dan pengacaranya OC Kaligis itu tampak aneh. Karena, Presiden tidak bisa mengintervensi proses hukum karena kunci pengungkapan kasus ada di KPK. Kendati memakai jurus diam dengan modus lupa dan barter kasus, tetap saja Nazarudin akan dikenai pasal karena toh modus itu idak akan berpengaruh apa-apa. Jadi, tindakan Nazaruddin mengirim surat ke Presiden itu bukan karena salah alamat melainkan itu adalah scenario yang dibuat untuk menyentakkan public dan merupakan salah satu usaha untuk mengaburkan proses hukum yang sedang berlangsung. Artinya, seumpama Presiden SBY tertarik untuk membantu kasus Nazaruddin, tetap saja tidak ada jalurnya karena yang menangani kasus ini KPK.

Dalam surat yang dikirimkan Nazaruddin itu, selain berisikan permohonan agar istri dan anak Nazaruddin tidak diganggu dengan imbalan dia tidak akan buka mulut, dalam surat itu Nazaruddin juga bersedia divonis tanpa harus melalui proses hukum asal perlindungan anak dan istrinya dijamin oleh pemerintah. Tentunya ini sebuah skenario yang apik yang disusun pengacara gaek OC Kaligis dan Nazaruddin. Sebagai orang yang mengerti hukum seharusnya Kaligis tahu bahwa jika kliennya merasa terganggu keluarganya, haruslah meminta perlindungan ke penegak hukum, seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian. Jadi, tidak ada hubungannya meminta perlindungan ke SBY.

Jika benar anggota keluarga Nazaruddin di sandera, tentu tidak tepat jika dia mengirimkan surat terbuka pada Presiden SBY yang notabene akan diketahui public. Itu artinya, Nazaruddin siap untuk membuat marah pihak yang menyandera keluarganya dan memaksa penyandera untuk melakukan kekerasan pada keluarganya.  Sungguh mustahil jika Nazaruddin berani mengambil risiko keselamatan keluarganya dengan mengirimkan surat terbuka pada Presiden.

Dan lagi, kalimat Nazaruddin yang menyatakan tidak usah diproses secara hukum itu tidak perlu terucap karena dia adalah anggota Komisi Hukum DPR dan pengacaranya terdiri dari pakar hukum hebat. Sebenarnya Nazaruddin atau pengacaranya paham bahwa surat itu pasti tidak akan digubris SBY. Kalaupun hendak berkeluh kesah dan melakukan bargaining dengan SBY seharusnya melalui orang kepercayaan SBY bukan di ruang publik seperti itu. Tampaknya hal ini merupakan strategi canggih yang dapat melibatkan psikologi masyarakat yang dapat membuat dukungan terhadapnya meningkat. Tujuan itu tampaknya mungkin berhasil karena saat ini, sebagian masyarakat mulai menaruh belas kasihan terhadap Nazaruddin bahkan sebaliknya menganggap partai demokrat atau SBY menekannya.

Publik memandang, opini kasus Nazaruddin sudah luntang-lantung. Semakin Nazaruddin bersuara, semakin ruwet kasus ini terlihat di mata public. Tudingan Nazar pada aparat yang  melakukan rekayasa dalam kasus penyuapan selama dia kabur keluar negeri beberapa waktu lalu,  telah berhasil mengguncang kepercayaan public pada penegakan hukum di negeri tercinta ini. Nah, sekarang setelah dia tertangkap pun masih tetap bernyanyi sumbang. Nyanyian khas Nazaruddin yang hingga kini tak pernah terbukti kebenarannya.

Perlu diingat, setiap nyanyian Nazaruddin hanya membuat keuntungan bagi dirinya dan kelompok tertentu demi kepentingan politik tertentu dan penghindaran ancaman hukum bagi dirinya. Setiap tudingannya membuat psikologi massa terpengaruh. Pandangan public berusaha dialihkan sehingga terlihat bahwa Nazaruddi adalah pahlawan dan justice collabolator atau Whistle Blower yang tidak bersalah dan menimpakan kesalahan tersebut kepada KPK dan partai Demokrat.

Dengan bukti yang dimiliki KPK akan mengejar pihak-pihak yang terkait Nazaruddin. Model korupsi yang dilakukan mantan bendahara umum Partai Demokrat (PD) adalah korupsi anggaran yang tidak mungkin dilakukan sendiri. Maka, sudah menjadi keharusan KPK tetap mengusut nama-nama yang disebut Nazaruddin juga ikut menikmati uang suap selama dalam masa buron kendati sekarang Nazaruddin enggan untuk buka mulut. Jika benar korupsi yang Nazaruddin tidak dilakukan secara individual, tentu ada tim yang ikut korupsi secara kolektif bersama Nazaruddin yang pastinya melibatkan banyak orang dan tersistematis. Hal ini lah yang harus diusut KPK dengan dicarikan bukti-buktinya agar kasus korupsi yang semrawut ini dapat ditemui titik terangnya.

Kepulangan Nazaruddin ke Indonesia nyatanya menepis harapan public bahwa anggota DPR RI itu akan memberikan keterangan dalam menyelesaikan persoalan tindak pidana korupsi. Nyatanya bola panas yang dilemparkan Nazaruddin tak lebih dari tong kosong nyaring bunyinya. Nazar mengambil keputusan untuk bungkam dengan artian mempersulit KPK dalam melakukan penyidikan. Dengan bungkamnya Nazar, tentu pemeriksaan KPK akan sedikit lebih sulit untuk menindaklanjuti kasus itu.

Nazar memang telah terlalu jauh bermain dalam psikologi politik, psikologi masa dan psikologi hukum. Dia juga mampu membuat strategi yang ampuh untuk menghindarkan dirinya dari jerat hukum yang memburunya.  Jika si mulut besar, Nazaruddin terbukti hanya ingin membelokkan opini kasus yang menjeratnya, public menginginkan pria berkulit sawo matang itu untuk diadili karena telah menuding pihak lain ikut terlibat dalam tindak pidana korupsi yang kini menyeretnya.

Kebungkaman Nazaruddin saat ini, tentunya menjadi keuntungan bagi mereka yang terlibat kasus korupsi. Artinya, mereka tidak perlu khawatir jika Nazaruddin buka suara. Jika benar seperti tudingan Nazaruddin sebelumnya bahwa Partai Demokrat merupakan pihak yang menikmati aliran dana suap itu tentunya kebungkaman Nazaruddin merupakan benefit bagi mereka. Bisa jadi juga, benar bahwa Nazaruddin sengaja dibungkam dengan menyandera anak istrinya seperti yang diungkapkan Nazaruddin.

Namun, hal itu barulah hanya omong kosong saja sebab tak ada bukti yang menunjukkan keterlibatan kader democrat yang ditunjukkan Nazaruddin. Nah, dalam konteks ini tentunya Partai Demokrat tidak merasa senang dan tidak diuntungkan dengan sikap tersangka dugaan suap proyek wisma atlet SEA Games di Palembang itu. Bahkan, Partai Demokrat merasa dirugikan jika Nazaruddin bersikap pasang badan dan menyalahkan dirinya sendiri dengan "imbalan" jaminan keselamatan untuk keluarganya.

Partai Demokrat dan rakyat Indonesia tentu lebih senang kalau kasus ini terungkap dengan tuntas dalam proses hukum. Dengan demikian, benar atau salah tudingan Nazaruddin itu bisa terungkap. Sikap bungkam dan menyalahkan diri sendiri yang dilakukan Nazaruddin jelas tidak membantu proses penegakkan hukum di Indonesia. Seolah, hukum tampak dipermainkan dan direkayasa sedemikian rupa seperti scenario yang dibuat tersangka beserta pengacaranya itu. Dengan kata lain, kebungkaman Nazaruddin, menjadi bukti bahwa nyanyiannya selama ini merupakan kebohongan dengan tujuan mengecoh public dan proses hukum yang sedang berlangsung (*)


Tidak ada komentar: