Hari ibu merupakan peringatan atau penghargaan negara bangsa Indonesia terhadap peran dan fungsi kaum wanita (ibu). Hal ini merupakan bentuk upaya penyetaraan antara peran kaum laki-laki dengan kaum wanita di segala bidang. Seiring kemajuan zaman dan terbukanya lapangan kerja untuk kaum perempuan justru membawa perubahan pada pola pengasuhan anak. Bagaimana hal ini bisa terjadi?
Terbukanya lapangan kerja untuk kaum perempuan ternyata membawa banyak perubahan. Salah satunya, perubahan peran pengasuhan anak. Jika dahulunya anak diasuh oleh ibu dan ayahnya, maka dewasa ini pengasuhan anak pun diserahkan pada “Si Mbak” dan Nenek. Bagi pasangan orang tua yang tidak mempercayakan pengasuhan anaknya pada orang lain yang digaji (diupah), tentu menyerahkan pengasuhan anak pada Nenek sang bayi dianggap sebagai solusi tepat. Bahkan dewasa ini, Nenek yang mengambil alih pengasuhan anak sudah menjadi trend. Jika demikian, maka ketidakseimbangan yang sering terjadi pada wanita Indonesia bisa dilihat pada bidang-bidang yang lumayan banyak, baik publik maupun privat.
Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah. Itulah fakta yang tengah hadapi kaum ibu belakangan ini. Di masa tuanya, ibu atau nenek masih saja diperlakukan diskriminasi. Dapat kita saksikan banyak ibu-ibu tua yang jadi “pengasuh” cucunya sendiri hingga kelelahan dalam membesarkan buah hati anaknya.
Di usia tuanya, Nenek masih saja direpotkan dengan urusan cucu sementara sang ibu malah asik bekerja di kantornya. Secara medis, kondisi fisik Nenek jelas tidaklah cukup kuat untuk menghandle tugas orang tua mengasuh anak, begitupun secara psikis dimana orang yang sudah tua tentu menginginkan diasuh oleh anaknya. Persoalan fisik dan psikis yang melanda Nenek mesti dia redam karena sang anak tercinta meminta bantuannya untuk mengurusi cucunya.
Berbagai alasan pun dikemukakan untuk “merayu” Nenek agar mau menggantikan perannya mengasuh si kecil. Alasan ekonomi hingga ketidak percayaan orang tua memberikan pengasuhan pada orang yang di bayar (seperti pembantu dan baby sitter) pun memaksa nenek untuk mengalah dan menggantikan peran ibu.
Memang tidak salah jika anak meminta bantuan pada nenek untuk mengasuh cucu. Bagaimanapun juga kekuatan batin bagi mereka yang berhubungan darah jauh lebih kuat dari pada dengan pengasuh atau babysitter. Namun, jangan sampai pengasuhan anak justru diserahkan sepenuhnya pada Nenek seperti yang banyak terjadi pada orang tua muda di kota-kota besar di Indonesia.
Ibu adalah sosok yang selalu memberikan kedamaian dalam hidup. Kasih sayangnya tak pernah pupus dimakan waktu. Menjadi seorang ibu adalah kebahagiaan yang tak terkira. Kita akan bisa merasakan bagaimana cinta dan sayangnya kita terhadap buah hati kita pada saat kita menjadi seorang ibu. Karena itu sudah sewajarnya kita membalas semua kasih sayangnya dengan selalu membahagiakan selama sisa hidupnya. Kita seharusnya memberikan ketentraman dan kedamaian bagi orang yang telah membesarkan kita di masa tuanya. Hanya satu kebahagiaannya, ia ingin melihat buah hatinya tumbuh dewasa dan hidup bahagia. Ia pun ingin melihat tumbuh kembang cucunya dengan sejuta harapan bahwa mereka mampu menjadi penerus generasi orangtua mereka.
Sungguh miris ketika kita melihat seorang nenek keletihan menggendong dan bermain dengan cucu kesayangannya, sementara sang ibu sibuk dengan pekerjaan kantor atau akgtivitas lain di luar rumah. Bahkan hampir seharian sang nenek mengasuh si kecil dengan cinta kasih dan penuh kesabaran kendati dia tahu bahwa tugas mendidik cucu bukanlah tugas utamanya. Tapi begitulah uniknya seorang ibu, kasih sayanng yang ia miliki sangat berlimpah sehingga lelah dan letih tidak jadi persoalan berat baginya. Hingga akhirnya, Nenek pun mengemban tugas mengasuh cucu, mengajak main si kecil, menyuapi si kecil makan, memandikannya atau meninabobokan cucunya dengan penuh kasih sayang. Semua yang dilakukannya sungguh tanpa pamrih.
Idealnya, kehadiran nenek atau ibu kita adalah hanya sebagai pengawas bagi babysitter atau PRT untuk menjaga dan mengasuh cucunya atau buah hati kita. Jadi, meskipun anak di asuh oleh babysitter tapi Nenek masih bisa mengawasi perkembangan cucunya. Ini jauh lebih baik ketimbang pola pengasuhan yang banyak dilakukan oleh orang tua muda di Indonesia yang menjadikan Nenek sebagai pengasuh cucu.
Bagi sebagian orang, perubahan pola pengasuhan anak merupakan hal yang sudah biasa. Tapi kita tidak boleh lupa bahwa ibu kita sudah saatnya duduk manis dan hanya menyaksikan perkembangan cucunya. Perlu diingat, bahwa tubuh tua sang Nenek itu telah letih sekian lama membesarkan kita hingga akhirnya kita memiliki kehidupan sendiri. Karena itu, perlakukanlah ibu layaknya ia mengasihi kita sewaktu kecil. Bukan masanya lagi baginya untuk mengurus dan mengasuh bayi/anak kecil. Betapapun sayang dan cintanya ibu kita terhadap anak dan cucunya, namun bukan berarti bisa merasa lega menitipkan buah hati kita pada Nenek. Jangan biarkan kesibukan sebagai wanita karier melupakan hal tersebut.
Merawat anak adalah tanggungjawab orang tuanya. Karena, ketika kita memutuskan untuk membina rumah tangga dan hidup mandiri, seharusnya konsekuensi hidup tanpa campur tangan orang tua harus dijalani. Karier bukan alasan wanita apalagi ibu untuk mengabaikan urusan rumah tangganya. Jika tidak bisa menjalankan kedua hal itu secara seimbang, ada baiknya memilih untuk meninggalkan pekerjaan. Sebab, mengasuh anak dan menjadi ibu rumah tangga yang baik adalah kodrat seorang perempuan.
Kendati Nenek tidak pernah mengeluh meskipun diperlakukan layaknya seorang pengasuh, bukan berarti dia melakukan hal itu dengan senang hati. Ia hanya berupaya tak pernah menampilkan wajah letihnya karena yang ada di hatinya adalah ia ingin mengasuh dan membesarkan cucu kesayangannya dengan tangannya sendiri, seolah cucunya itu adalah anaknya sendiri.
Peralihan Pola Asuh
Perlu diingat, pola asuh keluarga inti, yakni ayah dan ibu sangat berbeda dengan pola asuh asuh keluarga besar seperti kakek, nenek, paman, bibi maupun babysiter. Pada sistem pola asuh keluarga ìntì seluruh perhatian,cinta dan kasih sayang hanya tercurah dan terpusat pada anak. Sementara pada sistem pola asuh keluarga besar maupun babysiter, anak kurang memperoleh perhatian, cinta dan kasih sayang dari mereka.
Hal ini terjadi karena keluarga besar dan babysiter sudah terbagi perhatiannya, misalnya pada anak-anaknya sendiri, ataupun pada rumah tangganya sendiri. Sehingga pola asuh yang mereka (keluarga besar dan babysiter) terapkan kurang terfokus pada cucu, keponakan atau anak majikannya. Apabila pola asuh diserahkan sepenuhnya pada keluarga besar dan babysiter, maka akan sangat mempengaruhi pembentukan mental dan sifat anak.
Konon, berdasarkan penelitian para ahli social, pendidikan dan psikologi, dari pola asuh yg kurang seimbang ini akan menyebabkan anak kurang memperoleh perhatian, cinta dan kasih sayang penuh yang sangat dibutuhkannya.
Manfaaat Pengasuhan Cucu oleh Nenek
Kedekatan hubungan antara cucu dengan kakek dan neneknya juga memiliki manfaat bagi kedua belah pihak. Bagi cucu, grandparenting bermanfaat untuk melengkapi pemenuhan kasih sayang selain dari orangtuanya. Itu salah satu hak anak, yaitu untuk mendapatkan kasih sayang yang utuh dari keluarga besar dan orang-orang di sekelilingnya. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang akrab dan hangat hubungan kekeluargaannya, akan tumbuh menjadi anak yang penuh kepercayaan diri, dan hidupnya akan kaya dengan kasih sayang. Dan mereka biasanya juga akan menjadi orang yang pengasih,
Sejarah Hari Ibu
Berdasarkan Wikipedia.com, Hari Ibu berbeda jauh dengan Mother’s Day. Hari Ibu di Indonesia dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 22 Desember dan ditetapkan sebagai perayaan nasional. Berbeda dengan di Amerika dan Kanada yang merayakan Hari Ibu atau Mother’s Day pada hari Minggu di minggu kedua bulan Mei.
Sejarah Hari Ibu sebenarnya diawali dari pertemuan para pejuang wanita dalam Kongres Perempuan di tahun yang diadakan sama dengan Sumpah Pemuda. Organisasi perempuan sendiri sudah bermula sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain.
Pada tanggal 22 Desember 1928 organisasi-organisasi perempuan mengadakan kongres pertamanya di Yogyakarta dan membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani), kongres berikutnya diadakan di Jakarta dan Bandung. Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional, hingga kini.
Satu momen penting bagi para wanita adalah untuk pertama kalinya wanita menjadi menteri adalah Maria Ulfah di tahun 1950. Sebelum kemerdekaan Kongres Perempuan ikut terlibat dalam pergerakan internasional dan perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Tahun 1973 Kowani menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW). ICW berkedudukan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa. Pada kongres di Bandung tahun 1952 diusulkan dibuat sebuah monumen, setahun berikutnya diletakkan batu pertama oleh Ibu Sukanto (ketua kongres pertama) untuk pembangunan Balai Srikandi dan diresmikan oleh menteri Maria Ulfah tahun 1956. Akhirnya pada tahun 1983 Presiden Soeharto meresmikan keseluruhan kompleks monumen menjadi Mandala Bhakti Wanitatama di Jl. Laksda Adisucipto, Yogyakarta. (*)