Perilaku yang dikatakan
menyimpang sesungguhnya adalah perilaku yang tidak sesuai dengan kelakuan non-konformity atau tidak sesuai dengan
nilai-nilai atau norma-norma yang ada di masyarakat. Meskipun begitu, sulit
untuk mendefenisikan bagaimana seseorang dianggap berperilaku menyimpang dan
bagaimana kondisi penyimpangan tersebut karena memang belum ada kesepakatan
tentang perilaku menyimpang.
Dalam sebuah masyarakat
A, bisa saja sebuah perbuatan dianggap sebagai perilaku menyimpang karena
memang sebagian besar orang/ anggota masyarakat tersebut menganggap perbuatan
itu sebagai perilaku menyimpang. Namun, beda halnya dengan masyarakat B yang
menganggap bahwa perbuatan itu bukan sebagai perilaku menyimpang melainkan
suatu perbuatan yang dianggap sah dan normal atau sesuai dengan nilai dan norma
dalam masyarakat tersebut. Jadi, ketika suatu perbuatan dianggap oleh
masyarakat A sebagai tindakan non-konformity dan anti sosial (a-sosial), belum
tentu hal yang sama juga dianggap menyimpang oleh masyarakat B, C, D dan
masyarakat lainnya.
Sebagai contoh kongkrit
adalah perbuatan melukis tubuh atau sering disebut tatto. Bagi masyarakat
seniman, tatto bagian dari art (seni). Indikator jiwa seni seorang seniman akan
terlihat dari bagaimana keindahan tatto yang dia miliki. Selain itu, jumlah
tatto dan pemilihan bagian tubuh yang akan ditatto juga menjadi salah satu
ukuran dalam menentukan jiwa seni seorang seniman.
Hal diatas tentu
bertentangan dengan masyarakat yang memegang teguh syariah Islam. Men-tatto
dianggap hal yang haram karena menyakiti tubuh. Oleh sebab itu, men-tatto dianggap sebagai perilaku
menyimpang jika dilakukan oleh umat Islam.
Lain halnya dengan
masyarakat adat, dimana tatto dianggap sebagai identitas diri dan kesukuan
mereka. Seperti juga pada kelompok seniman, tatto pada masyarakat adat juga
dianggap tidak perbuatan menyimpang. Tatto merupakan simbol adat yang dapat
mengidentifikasi anggotanya dengan cara melihat tatto yang dimiliki. Tatto pada
masyarakat suku Mentawai akan berbeda dengan tatto yang dimiliki masyarakat
suku Dayak.
Berdasarkan contoh
diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang bersifat relatif.
Relativitas perilaku menyimpang disebabkan karena interpretasi dan defenisi
seseorang/masyarakat yang berbeda-beda dalam memandang sebuah perbuatan.
Masyarakat dan kebudayaan mempunyai berbagai anggapan yang berbeda-beda
mengenai jenis tindakan yang digolongkan sebagai menyimpang.
Relativitas perilaku
menyimpang ternyata tidak hanya karena anggapan/ pandangan masyarakat dan
budaya suatu masyarakat tertentu tapi juga karena waktu dan keadaan zaman.
Dengan kata lain, waktu dan perubahan sosial juga menentukan bagaimana
interpretasi masyarakat terhadap suatu perbuatan. Bisa jadi suatu perbuatan
dianggap menyimpang pada waktu lampau, tapi menjadi biasa dan normal ketika
perilaku itu dilakukan pada masa kini atau masa depan.
Sebagai contoh, pada
masyarakat Indonesia yang terkenal santun dalam bertutur dan berpakaian maka
ada adab berperilaku dan berpakaian yang harus dipatuhi. Nilai-nilai dan norma
adat serta keagamaan membatasi seseorang dalam berpakaian. Di dalam masyarakat
Islam, maka seorang wanita haruslah menutup auratnya dari ujung kaki ke ujung
kepala. Begitupun dengan ajaran agama lainnya yang ada di Indonesia tidak satu
pun yang memperbolehkan berpakaian seronok. Dengan perkembangan zaman, lambat
laun trend fashion telah menyihir masyarakat Indonesia hingga mulai menyerupai
bahkan mengimitasi cara berpakaian masyarakat Eropa. Tank top, celana pendek
se-paha sudah menjadi pakaian harian remaja Indonesia. Jika pada dahulunya cara
berpakaian seperti ini dianggap aib dan menyimpang, belakangan seperti sudah
mulai dianggap biasa oleh sebagian masyarakat.
1.2 Penyimpangan
Penyimpangan bukan
sesuatu yang melekat pada bentuk perilaku tertentu, melainkan diberi ciri
penyimpangan melalui defenisi sosial. Defenisi tersebut dapat bersumber dari
kelompok yang berkuasa dalam masyarakat ataupun pada masyarakat umum.
Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai
hal yang tercela dan di luar batas toleransi (James Vander Zanden dalam Kamanto
Sunarto; 2000 hal; 176).
Penyimpangan terjadi
akibat dari perbuatan yang melanggar nilai dan norma yang ada di masyarakat
(norma sosial). Norma sosial adalah suatu konsep yang menyangkut semua
keteraturan sosial yang berhubungan dengan evaluasi atau penilaian terhadap
obyek-obyek, individu atau tindakan dan gagasan dari para anggota masyarakat.
Norma sosial menjadi standar tingkah laku atau sikap yang dapat diterima dan
ditolah oleh seseorang dan sejumlah anggota kelompok sosial. Jadi, norma sosial
itu mengatur setiap kehidupan berkelompok dan merupakan sesuatu yang dinamis
atau senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan keadaan masyarakat.
Norma sosial dapat
dilihat dari cara dan kebiasaan atau perbuatan yang berulang-ulang dan diakui
masyarakat (usage and folkways), hukum adat atau suatu kebiasaan yang tidak
semata-mata dianggap sebagai cara berperilaku saja tetapi telah diterima
sebagai norma-norma pengatur dan alat pengawas yang secara sadar atau tidak
ditetapkan oleh masyarakat terhadap anggotanya berupa perintah, larangan dan
anjuran (mores), adat istiadat (costoms) serta hukum yang terlembagakan dan
resmi dalam sebuah negara.
Selain norma sosial,
kita juga mengenal aturan normatif, yakni aturan yang berada di luar individu.
Aturan normatif ini diciptakan untuk mengikat anggota kelompoknya dengan cara
sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma. Aturan normatif ini bisa sesuai
dengan norma sosial bisa pula berseberangan. Aturan normatif mengatur apa yang
harus dilakukan, apa yang diharapkan, apa yang ideal dan apa yang buruk
berdasarkan kesepakatan kelompok dalam masyarakat. Ketika individu atau anggota
kelompok melakukan perbuatan diluar dari aturan-aturan normatif, maka tingkah
laku tersebut dapat dianggap menyimpang.
Defenisi perilaku menyimpang
berdasarkan sudut pandang atau perspektifnya masing-masing;
a. Defenisi Penyimpangan secara
Statistikal
Penyimpangan
jenis ini merupakan penyimpangan yang didasarkan pada perilaku atau tindakan
yang bertolak dari rata-rata atau perilaku yang bukan rata-rata. Pendekatan ini
berasumsi bahwa sebagian besar masyarakat dianggap melakukan cara-cara yang
“benar”. Oleh sebab itu pihak minoritas yang melakukan cara-cara diluar dari
“kebenaran” masyarakat mayoritas dianggap menyimpang.
b. Defenisi Penyimpangan secara
Absolut (mutlak)
Ada aturan-aturan sosial yang
dianggap sebagai sesuatu yang mutlak, jelas dan nyata untuk semua anggota
masyarakat dalam segala situasi.
c. Defenisi Penyimpangan Menurut Kaum
Reaktivis
Perilaku penyimpangan menurut kaum
reaktivis adalah perilaku yang dikatakan oleh orang lain atau menimbulkan
reaksi masyarakat (sebagai agen kontrol sosial) terhadap tindakan yang
dilakukan seseorang. Kaum reaktivis menolak anggapan bahwa apa yang dipertimbangkan
menyimpang tergantung dari beberapa kualitas pembawaan lahir seseorang atau
tindakan-tindakan yang dianggap sebagai pembawaan lahir seseorang.
d. Defenisi Penyimpangan secara
Normatif
Penyimpangan adalah suatu
pelanggaran dari norma atau standar tentang apa yang seharusnya atau tidak
seharusnya dipikirkan, dikatakan atau dilakukan oleh manusia pada suatu keadaan
tertentu. Penyimpangan secara normatif seringkali diberikan sanksi oleh
masyarakat yang konformity terhadap norma-norma tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar