Sabtu, 08 Oktober 2011

Sarjana Pendidikan Menganggur, Pemerintah Teriak Kekurangan Guru

Haluan, Sabtu (8/10/2011)
by: Marisa Elsera

Persoalan kekurangan guru santer terdengar belakangan ini. Tidak hanya di pedesaan atau daerah terpencil yang terpekik karena tidak memiliki guru yang memadai secara kualitas maupun kuantitas. Bahkan belakangan daerah perkotaan pun ikut-ikutan mengeluh kekurangan tenaga pengajar. Fenomena ini juga terjadi di ibukota provinsi Sumbar, Padang.

Berdasarkan data dari Harian Haluan Kamis (6/10), Kota Padang terancam kekurangan guru, terlebih di tahun 2012 mendatang dimana banyak guru yang pensiun. Hingga Oktober 2011, terca­tat Kota Padang kekurangan guru SD sebanyak 549 orang. Jumlah itu berdasarkan kondisi ideal perban­dingan jumlah guru de­ngan jumlah siswa. Sebab, total jumlah siswa SD negeri dan swasta di Kota Padang 110.043 dari 417 sekolah. Sedang­kan jumlah guru tercatat 3.549 guru PNS dan 1.499 guru honor dengan jumlah total guru PNS dan honorer 5.048 orang.

Dari data tersebut terlihat jumlah guru honorer sudah mencapai hampir setengah jumlah guru PNS. Meskipun jumlah guru honor sudah demikian banyak, tapi toh Pemko Padang dan daerah lain di Indonesia masih merasa kekurangan guru.. Kenyataan ini tentu mengherankan. Pasalnya, setiap periode atau minimal 3 kali dalam satu tahun ajaran, Universitas Negeri Padang (UNP) sebagai universitas terbesar di Sumbar yang mencetak calon-calon guru melepas ribuan wisudawan yang telah menamatkan kuliahnya. Tidak kah ini seperti pepatah “ayam mati di lumbung padi?”

Usai menamatkan kuliah, bahkan banyak para sarjana yang menyandang gelar S.Pd menganggur. Hal itu disebabkan karena sulitnya akses dalam mendapatkan pekerjaan sebagai tenaga pengajar di sekolah. Jangankan untuk menjadi guru PNS, menjadi guru swasta ataupun honorer saja para sarjana pendidikan masih kesulitan. Alhasil, mereka banyak yang lari pada pekerjaan sebagai wirausaha dan pegawai swasta.
Inilah wujud perhatian pemerintah terhadap sarjana pendidikan. Jika saja Pemda lebih focus dalam mengatasi persoalan kekurangan guru, tentunya bisa menggandeng universitas yang mencetak sarjana pendidikan sehingga persoalan kekurangan guru tidak lagi menjadi masalah klasik.

Kenyataannya, dalam menyelesaikan persoalan kekurangan guru di Kota Padang, Pemko mengambil tindakan pembatasan guru honorer dan melakukan regroving ( penggabungan SD). Versi Pemko, dengan penggabungan SD bisa menghemat jumlah guru yang ada di sekolah. Potensi SD digabung ini ada jika kita melihat ketersediaan sarana-prasarana, jumlah siswa dan guru. Hanya saja kendala tentunya masalah lokasi SD yang digabung, seperti jauh dari pemukiman serta duku­ngan masyarakat.

Pembatasan guru honorer di Kota Padang juga dinilai tidak lagi memungkinkan. Karena sekolah terbatas dana untuk biaya honor mereka. Sebab, honor guru diam­bilkan dari dana BOS. Sedangkan Pos penggunaan dana BOS mene­gaskan maksimal untuk honor guru hanya 20%. Setelah dikalkulasikan, alokasi maksimal 20% itu hanya sekitar Rp1 juta per bulan. Jika sekolah memiliki dua atau tiga guru honor, tentu mereka hanya bisa digaji berkisar Rp350 ribu.

Sementara untuk tingkat SMP, SMA dan SMK, guru Kota Pa­dang cukup banyak, bahkan sudah ada yang lebih jika diperinci per bidang studi. Seperti jurusan Bahasa Indonesia sudah lebih dari kebutuhan yang ada. Data terakhir dari Dinas Pendi­dikan Kota Padang tercatat guru SMP 3.093 orang dengan jumlah siswa 6.4222 dari 81 sekolah SMP negeri dan swasta. Untuk SMA tercatat guru ber­jumlah 2.130 orang dengan jumlah siswa 38.815 dari 48 sekolah negeri dan swasta. Sedangkan SMK jumlah guru tercatat 1.731 orang dengan jumlah siswa 14.812 dari 38 SMK negeri dan swasta.

Selain persoalan kekurangan guru, masih ada masalah lain yang membelit dunia pendidikan di Indonesia. Bahkan berdasarkan penelitian, kualitas guru Indonesia, disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru (khususnya SD), sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran (guru kelas) yang tidak jarang, bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, hal seperti ini tentu saja dapat mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.

Masalah lainnya, banyak dijumpai guru yang belum melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di dalam proses pembelajarannya. Penyebabnya, karena para guru masih belum memahami profesi mereka sebagai pengajar. Sebab, guru bukan hanya orang yang mampu mentransfer ilmu dengan baik tetapi juga mampu ditiru untuk memberi tauladan yang tidak hanya sebatas ucapan, tapi juga tindakan.

Beberapa penelitian pun mengungkapkan masih banyak guru yang malas membaca, padahal dari membaca itulah akan terbuka wawasan luas. Kesibukan-kesibukan mengajar membuat guru merasa kurang sekali waktu untuk membaca.  Bukan hanya di sekolah, di rumah pun guru malas membaca.  Guru yang terbiasa membaca, maka akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari apa yang dibacanya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri. Guru yang rajin menulis, maka ia mempunyai kekuatan tulisan yang sangat tajam, layaknya sebilah pisau.

Guru juga harus pandai mengatur rutinitas kerjanya. Jangan sampai terjebak rutinitasnya, yang justru tidak mengantarkan dia menjadi guru dan tidak dapat diteladani anak didiknya. Faktanya, rutinitas kerja tanpa sadar membuat guru terpola menjadi guru yang kurang berkualitas. Ada banyak guru kurang memahami penelitian tindakan kelas atau PTK. Guru menganggap PTK itu sulit. Padahal, PTK itu tidak sesulit yang dibayangkan, karena PTK dilakukan dari keseharian mereka mengajar.

Selain persoalan kuantitas dan kualitas guru, kita juga mengalami masalah distribusi guru yang kurang merata. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.

Semua persoalan pendidikan di atas, nyatanya tak dapat dilepaskan dari persoalan tingkat kesejahteraan guru-guru yang sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini, telah merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis di lingkungan sekolah dimana mereka mengajar. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.


Pemerintah sebagai institusi penyelenggara negara mempunyai peranan tersendiri dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kebijakan pemerintah, yakni berupa kebijakan konstitusional dan kebijakan operasional. Mengingat kemampuan keuangan negara yang masih terbatas, maka alokasi 20% ini rencananya akan dicapai dalam beberapa tahap sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
Dengan berbagai permasalahan di atas, maka gurulah yang banyak disorot dan disalahkan. Akhirnya guru menjadi salah satu faktor menentukan dalam konteks meningkatkan mutu pendidikan dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sebab, guru adalah kunci penting yang berhadapan langsung dan berinteraksi dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Mutu pendidikan yang baik dapat dicapai dengan guru yang profesional dengan segala kompetensi yang dimiliki.
Guna meningkatkan profesionalisme guru, diperlukan beberapa strategi. Yakni dengan memberikan gaji yang memadai. Sebab itu, perlu penataan ulang sistem penggajian guru agar gaji yang diterimanya setiap bulan dapat mencukupi kebutuhan hidup diri dan keluarganya dan pendidikan anak. Dengan penghasilan yang mencukupi, tidak perlu guru bersusah payah untuk mencari nafkah tambahan di luar jam kerjanya.  Hal ini dapat lebih menyejahterakan kehidupan guru dan akan lebih meningkatkan status sosial guru. Guru akan lebih dihormati dan dikagumi oleh anak didiknya. Jika anak didik mengagumi gurunya maka motivasi belajar siswa akan meningkat dan pendidikan pasti akan lebih berhasil.
Pemda perlu juga menyediakan sarana dan pelatihan. Salah satu usaha untuk meningkatkan profesionalitas guru adalah pendalaman materi pelajaran melalui pelatihan-pelatihan. Guru perlu diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan tanpa beban biaya atau melengkapi sarana dan kesempatan agar guru dapat banyak membaca buku-buku materi pelajaran yang dibutuhkan guru untuk memperdalam pengetahuannya. (*)

Tidak ada komentar: