Metode-metode dalam Sosiologi
1. Metode Kualitatif
Metode kualitatif mengutamakan bahan yang sukar dapat diukur
dengan angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain yang bersifat eksak, walaupun
bahan-bahan tersebut terdapat dengan nyata di dalam masyarakat. Di dalam metode
kualitatif termasuk metode historis dan metode komparatif, keduanya
dikombinasikan menjadi historis-komparatif. Metode historis menggunakan
analisis atas peristiwa-peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan
prinsip-prinsip umum.
2.
Metode komparatif
Metode komparatif mementingkan perbandingan antara
bermacam-macam masyarakat beserta bidang-bidangnya untuk memperoleh
perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan serta sebab-sebabnya. Perbedaan-perbedaan
dan persamaan-persamaan tersebut bertujuan untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk
mengenai perilaku masyarakat pada masa silam dan masa sekarang, dan juga
mengenai masyarakat-masyarakat yang mempunyai tingkat peradaban yang berbeda
atau yang sama.
3.
Metode study kasus (case study)
Metode study kasus (case study) bertujuan untuk mempelajari
sedalam-dalamnya salah satu gejala nyata salam kehidupan masyarakat. Study
kasus dapat digunakan menelaah suatu keadaan, kelompok, masyarakat setempat
(community) lembaga-lemaga maupun individu-individu. Alat-alat yang
dipergunakan oleh metode study kasus adalah misalnya wawancara (interview),
pertanyaan-pertanyaan (questionnaires), dari daftar pertanyaan-pertanyaan
(schedules), participant observer technique, dan lain-lain.
4.
Metode kuantitatif
Metode kuantitatif mengutamakan bahan-bahan keterangan
dengan angka-angka, sehingga gejala-gejala yang diteliti dapat diukur dengan
mempergunakan skala-skala, indeks, tabel, dan formula-formula yang semuanya
mempergunakan ilmu pasti atau metematika. Metode yang termasuk jenis metode
kuantitatif adalah metode statistik yang bertujuan menelaah gejala-gejala
social secara matematis. Akhir-akhir ini dihasilkan suatu teknik yang dinamakan
sociometry yang berusaha meneliti masyarakat secara kuantitatif. Sociometry
mempergunakan skala-skala dan angka-angka unuk mempelajari hubungan-hubungan
antarmanusia dalam masyarakat.
Pendekatan Sosiologi terhadap Hukum
Tiga Pilihan cara dalam Hukum
1)
Kajian Normatif (analitis-dogmatis)
Kajian ini memandang hukum
dalam wujudnya sebagai kaidah yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Kajian ini sifatnya preskriptif, menentukan apa yang
salah dan apa yang benar. Kajian normatif terhadap hukum dilakukan antara lain
pada ilmu hukum pidana positif, hukum tata negara positif, dan hukum perdata
positif. Dengan kata lain, kajian ini lebih mencerminkan law in books.
Dunianya adalah das sollen, apa yang seharusnya.
Kajian hukum normatif ini
lebih ditekankan pada norma-norma yang berlaku pada saat itu atau norma yang
dinyatakan dalam undang-undang. Metode yang digunakan untuk penelitian terhadap
kajian ini adalah metode yuridis-normatif. Kajian normatif ini merupakan
kajian yang sangat menentukan puncak perkembangan hukum sejak abad ke-19. Pada
waktu itu, sebagai akibat kemajuan teknologi, industri, perdagangan dan
transportasi, terjadilah kekosongan besar dalam perdagangan. Berdasarkan
kekosongan tersebut, hukum memberikan respon yang sangat masif dan melahirkan
suatu orde baru dalam tatanan yang tidak ada tandingannya. Hal inilah yang
membuat metode-metode kajian hukum menjadi sangat normatif, positivistik,
dan legalistik.
Menurut Satjipto Rahardjo,
metode normatif ini didasarkan pada hal di bawah ini.
1)
Ada penerimaan hukum positif sebagai
suatu yang harus dijalankan
2)
Hukum dipakai sebagai sarana
penyelesaian persoalan (problem solving device)
3)
Partisipasi sebagai subjek yang
memihak hukum positif
4)
Sikap menilai atau menghakimi
anggota masyarakat, berdasarkan hukum positif.
Kajian normatif terhadap
hukum ini dapat dilihat dari hal-hal berikut, yaitu adanya infentarisasi hukum
positif, penelitian asas hukum, menemukan hukum konkrit, adanya sistematika
hukum, adanya sinkronisasi dan harmonisasi, perbandingan hukum serta sejarah
hukum.
2)
Kajian filosofis (Metode
Transendental)
Kajian ini lebih menitikberatkan pada
seperangkat nilai-nilai ideal,yang seyoganya senantiasa menjadi rujukan dalam
setaip pembentukan, pengaturan, dan pelaksanaan kaidah hukum. Kajian ini lebih
diperankan oleh kajian filsafat hukum, atau law in ideas. Kajian
filosofis ada dalam kajian hukum, karena studi hukum dimulai tidak sebagai
disiplin yang sifatnya otonom, melainkan sebagai bagian dari studi filsafat.
Studi filsafat hukum ini telah berumur lebih dari ribuan tahun. Kehadiran yang
amat dini tersebut disebabkan oleh eksistensi dari tatanan itu sendiri. Tatanan
merupakan isi lain dari kehidupan bersama manusia, sebab manusia adalah makhluk
tatanan.
Filsafat hukum memusatkan
perhatiannya kepada pertanyaan-pertanyaan filosofis dari hukum. Mempersoalkan
hukum dan keadilan, hukum dan kebebasan, hukum dan kekuasaan. (mengenai teori
hukum). Pengembangan filsafat hukum mencakup seperti di bawah ini.
1)
Ontologi hukum merefleksikan hakikat
hukum dan konsep-konsep fundamental terkait, yaitu demokrasi, hubungan hukum
dengan orang.
2)
Akseologi hukum merefleksikan isi
dan nilai yang termuat dalam hukum, yaitu kelayakan, persamaan, keadilan,
kebebasab dan kebenaran.
3)
Ideologi hukum, yang merefleksikan
wawasan manusia dan masyarakat yang melegimitasi hukum.
4)
Epistemologi hukum, yang
merefleksikan sejauh mana pengetahuan tentang hukum dapat dijalankan.
5)
Teleologi hukum, yang merefleksikan
makna serta tujuan dari hukum.
6)
Ajaran ilmu, yang merefleksikan
kriteria keilmuaan ilmu hukum.
7)
Logika hukum, yang merefleksikan
aturan berfikir dalam hukum.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat
hukum adalah bagian dari filsafat umum. Oleh karena itu, setiap uraian
tentang arti (definisi) dari filsafat sudah tidak mengandaikan suatu titik
tolak kefilsafatan, maka untuk mengetahui filsafat hukum, kita harus mengetahui
terlebih dahulu filsafat secara umum.
Tujuan utama kajian filosofis ini adalah ingin memahami
secara mendalam hakikat dari hukum. Ini bararti, filsafat hukum ingin memahami
hukum sebagai tampilan atau menifestasi dari suatu asas yang melandasinya.
Karna itu, filsafat hukum, mengadaikan teori pengetahuan (epistemology)
dan etika.
3)
Kajian Empiris
Kajian ini memandang hukum
sebagai kenyataan yang mencakup kenyataan social, kultur. Kajian ini bersifat deskriptif.
Jika dilihat dari peralihan zaman dari abad ke-19 ke abad ke-20, metode empiris
ini lahir disebabkan karena metode atau kajian hukum secara normative, tidak
lagi mendapat tempat. Pendekatan hukum melalui kajian empiris yang lahir di
awal abad ke-20 ini bersamaan lahirnya dengan ilmu baru yang oleh A. Comte
(1798-1857) diberi nama sosiologi. Olehnya, sosiologi disebut sebagai ilmu
tentang tatanan social dan kemajuan social.
Ketiga pendekatan terhadap
hukum itu, merupakan langkah awal bagi kita (hamba hukum) untuk memahami apakah
hukum itu? Berlainan dengan tiga pendekatan itu, namun masih memiliki
karakteristik yang sama, Achmad Ali dalam pidatonya ketika menerima
jabatan guru besar tetap pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, memberikan
suatu pencerahan terhadap pendekatan hukum sebagai berikut.
Pertama,
beggriffenwissenchaft adalah ilmu tentang asas-asas yang fundamental di
bidang hukum, termasuk di dalamnya mata kuliah pengantar ilmu hukum, filsafat
hukum, logika hukum, dan teori hukum. Kedua, Normwissenchaft adalah ilmu
tentang norma, termasuk didalamnya adalah sebagian besar mata kuliah yang
diajarkan fakultas-fakultas hukum di Indonesia, seperti Hukum Pidana, Hukum
Perdata dan Hukum Tata Negara. Ketiga, Tatsachenwissenchaft adalah
tentang kenyataan hukum, termasuk di dalamnya Sosiologi Hukum, Hukum &
Masyarakat, Antropologi Hukum dan Psikologi Hukum.
Dari berbagai macam
pendekatan terhadap hukum tersebut di atas, hukum dapat dapat ditafsirkan
sebagai sebuah konsep. Soetandyo Wigjosoebroto, mengatakan tak ada konsep
yang tunggal mengenai apa yang disebut dengan hukum itu. Menurut
pendapatnya, dalam sejarah pengkajian hukum, tercatat sekurang-kurangnya ada
tiga konsep. Pertama, hukum dikonsepkan sebagai asas moralitas atau asas
keadilan yang bernilai universal dan menjadi bagian inheren system hukum alam. Kedua,
hukum dikonsepkan sebagai kaidah-kaidah positif yang berlaku pada suatu waktu
dan tempat tertentu, sebagai produk eksplisit suatu sumber kekuasan politik
tertentu yang berlegitimasi. Ketiga, hukum dikonsepkan sebagai institusi
social yang riil dan fungsional dalam system kehidupan bermasyarakat. Dalam hal
ini hukum berperan dalam proses pemulihan ketertiban, penyelesaian sengketa,
maupun dalam proses pengarahan dan pembentukan pola-pola perilaku yang baru.
4.2. Menuju Pendekatan Sosiologi terhadap Hukum
Abad ke-19 ditandai dengan munculnya gerakan positivisme
dalam ilmu hukum. Abad tersebut menerima warisan pemikiran dari masa-masa
sebelumnya yang bersifat idealitis. Perkembangan dan perubahan yang terjadi
pada abad ke-19 tersebut, telah menimbulkan semangat serta sikap kritis
terhadap masalah-masalah yang tengah dihadapi. Kita mengetahui bahwa pada abad
ini suatu tradisi ilmu baru telah berkembang. Ilmu ini nantinya akan mampu
membuka cakrawala baru dalam sejarah umat manusia, yang semula seperti
terselubung oleh cara-cara pemahaman tradisional.
Pengaruh-pengaruh dari perubahan abad ke-19 menurut Satjipto
Rahardjo, telah memberikan pengaruh terhadap cara-cara pendekatan terhadap
hukum yang selama itu dipakai. Aliran sejarah telah mulai menarik perhatian
orang dari analisis hukum yang abstrak dan ideology kepada lingkungan social
yang membentuk hukumnya. Pendekatan hukum pada akhir abad ke-19 dan awal abad
ke-20 telah mulai mendekatkan diri pada hukum dengan masyarakat.
Perubahan abad ke-19 tersebut, memiliki pengaruh yang sangat
penting bagi munculnya sosiologi hukum. Misalnya, industrialisasi yang
berkelanjutan melontarkan persoalan sosiologisnya sendiri, seperti urbanisasi
dan gerakan demokrasi juga menata kembali masyarakat sesuai dengan prinsip
kehidupan demokrasi. Kemapanan kehidupan pada abad ke-19 yang penuh dengan
kemajuan di banyak bidang bukanlah akhir atau puncak peradaban manusia. Pada
abad ini kodifikasi bukanlah akhir dari perkembangan kehidupan hukum.
Sosiologi hukum, merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat
muda dan merupakan cabang sosiologi terpenting, yang sampai sekarang masih
dicari perumusannya. Hingga saat ini, sosiologi hukum masih mempunyai
batasan-batasan yang belum jelas, ahli-ahlinya belum mempunyai kesepakatan
mengenai pokok persoalan tentang apa itu sosiologi hukum. Apa yang menyebabkan
ilmu baru ini terhambat perkembangannya. Menurut penulis, karena ilmu baru ini,
dalam mempertahankan hidupnya, harus bertempur di dua front. Sosiologi hukum
menghadapi dua kekuatan, yakni dari kalangan para ahli hukum dan ahli
sosiologi, yang terkadang keduanya bersatu untuk menggugat keabsahan sosiologi
sebagai disiplin yang berdiri sendiri. Perselisihan ini timbul, seperti yang
telah dijelaskan oleh David N. Schiif, yang mengutip dari Aubert.
1 komentar:
daftar pustakanya?
Posting Komentar