-->
Pembicaraan
mengenai seks masih dianggap janggal di Indonesia. Bahkan banyak masyarakat
menganggap bahwa pembicaraan seputar seks adalah hal yang tabu dan perlu
dihindari. Kontra terhadap pembicaraan seks pun muncul ketika isu ini
diketengahkan ke publik. Pembicaraan seks dianggap tidak sesuai dengan
kebudayaan orang timur. Oleh sebab itu, jika ada pembicaraan tentang
seksualitas, alat bantu seks dan penyakit menular seksual akan segera dihindari
karena dianggap vulgar. Maka, ketika ada orang atau kelompok yang membicarakan
tentang seks, dianggap sebagai kelompok menyimpang oleh orang atau kelompok
yang berseberangan pandangan.
Perbedaan pandangan mengenai pembicaraan
tentang seks wajar terjadi, sebab masing-masing individu memang memiliki
interpretasi yang berbeda-beda mengenai ekspresi seksualitas. Ukuran kepantasan
terhadap ekspresi seksual yang bersifat relatif inilah yang menyebabkan perbedaan
terhadap interpretasi seksual di masyarakat. Pembicaraan seks seharusnya bisa
dipandang positif demi memberikan pengetahuan dan pendidikan seks yang aman dan
sehat. Pembicaraan ini tidak hanya akan membantu anak-anak dan remaja tentang sex
education, tapi juga akan sangat membantu orang dewasa untuk mendapatkan
ilmu tentang seksualitas yang sehat dan aman. Kesuksesan dalam sosialisasi seks
aman dan sehat tentu akan berimplikasi pada penurunan angka penularan penyakit
menular seksual dan mempersiapkan mental generasi bangsa untuk menghindari seks
bebas. Dengan begitu, tentu saja pembicaraan seks perlu dipublikasikan
mengingat Indonesia tengah mengalami persoalan serius yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi.
Persoalan kesehatan reproduksi yang tengah
dialami oleh masyarakat Indonesia cukup beragam, mulai dari kasus kehamilan
yang tidak diinginkan, aborsi, Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS. Data
BKKBN 2011 membeberkan bahwa dari 64 juta remaja di Indonesia, lebih dari 27
persen diantaranya mengalami kehamilan sebelum menikah. Kemudian, sekitar 2,3
juta wanita dewasa muda melakukan aborsi karena melakukan hubungan seks di luar
nikah.
Persoalan seksual lainnya yang juga mengancam
negara ini adalah Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS. Penyakit ini
mudah menular melalui hubungan seks yang tidak sehat dan tidak aman. HIV/AIDS
menurut data dari Kementerian Kesehatan telah dijangkiti oleh lebih dari
330.000 jiwa. Bahkan Indonesia adalah satu dari lima besar jumlah infeksi HIV
di Asia, bersama India, Thailand, Myanmar dan Nepal. Bila program pencegahan
masih terbatas, tahun 2020 jumlahnya bisa mencapai 1,6 juta (prediksi Kemenkes
tahun 2012).
Mengingat dampak dari persoalan seksual, maka
perlu adanya perhatian khusus dari berbagai pihak untuk menekan penularan HIV
dan mengarahkan hubungan seksual aman dan sehat. Seks aman adalah tindakan yang
dilakukan tanpa memberikan risiko yang membahayakan seperti penularan penyakit
menular ataupun kehamilan diluar nikah. Salah satu caranya, yakni dengan penggunaan
kondom (alat kontrasepsi penghalang atau memblok rute sperma yang
diperlukan untuk membuahi indung telur). Dengan menggunakan kondom, dapat
mencegah penularan penyakit IMS dan HIV/AIDS lebih luas.
Pemerintah Indonesia sejak beberapa tahun terakhir
aktif melakukan sosialisasi penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini dilakukan
karena pemerintah menilai bahwa kampanye kondom cukup efektif mencegah
kehamilan, terutama menekan risiko penularan Infeksi menular Seks (IMS) seperti
HIV/AIDS. Bahkan sejak tahun 2007, pemerintah telah menggelar Pekan Kondom
Nasional (PKN). Kegiatan ini tentunya diharapkan dapat meminimalisir persoalan
reproduksi di Indonesia.
Namun sayangnya, upaya pemerintah untuk
melakukan sosialisasi seks aman dan sehat ini masih mendapatkan tentangan dari
berbagai pihak. Hal ini dikarenakan bahwa program sosialisasi kondom dianggap
sebagai usaha untuk mendukung perzinahan (seks bebas). Begitu pula dengan
kegiatan Pekan Kondom Nasional (PKN) yang diadakan setiap tahun di bulan Desember,
juga dianggap sebagai kegiatan yang melegalkan seks bebas (free sex).
Sebab, dengan membagi-bagikan kondom secara cuma-cuma kepada kelompok yang
berisiko dianggap telah memberikan dukungan terhadap prilaku seks bebas.
Tujuan dari diadakannya Pekan Kondom Nasional
(PKN) yang dilaksanakan setiap tahun ini tidak seperti yang dipikirkan oleh
pihak penentang program ini. PKN bertujuan mengajak masyarakat untuk
menghindari free sex, mensosialisasikan seks aman dan sehat serta
menghimbau masyarakat untuk menyelamatkan generasi bangsa dari HIV/AIDS. Untuk
itu, upaya Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) bersama DKT dalam
mengkampanyekan penggunaan kondom perlu dukungan setiap elemen masyarakat.
Sebab program dari KPAP ini cukup ampuh dalam memutus mata rantai penularan HIV
melalui hubungan seks yang berisiko dengan melakukan intervensi struktural,
selain juga lewat pendekatan terintegrasi pada populasi kunci di tempat-tempat
hiburan.
Secara medis, kondom sebagai alat pencegah
penularan HIV sangatlah penting terutama bagi kalangan yang berisiko seperti
kaum waria, pekerja seks, gay dan mereka yang sudah positif AIDS atau
terinfeksi HIV. Sementara untuk masyarakat luas, kondom sebagai alat
kontrasepsi dinilai lebih sehat karena minim efek samping (tidak memengaruhi
hormon dan minim menimbulkan alergi).
Bagaimana Kondom Mampu Mencegah IMS dan HIV?
Kondom adalah alat kontrasepsi dan pengaman
dalam berhubungan. Kondom berperan sebagai dinding penghambat agar tidak
terjadi pertukaran cairan, seperti darah, air mani atau cairan vagina antar
pasangan yang melakukan hubungan seks. Cairan-cairan tersebut bisa mengandung
bakteri atau virus HIV. Kondom dapat dibuat dari lateks karet, poliuretan, atau
kulit domba. Kondom buatan dalam negeri terbuat dari lateks pengaman yang telah
memenuhi standar internasional. Kondom ini memiliki pori-pori sangat kecil dan
tidak mudah bocor. Kondom lateks memiliki pori-pori 5 mikron (0,00002
inci) atau 10 kali lebih kecil dari sperma.
Kondom buatan dalam negeri umumnya telah
memenuhi persyaratan produksi kondom di era modern agar berkualitas dan
berfungsi efektif karena telah sesuai standar ISO 4074 tahun 2002 dan WHO 2003.
Salah satu syarat lulus ISO 4074 yakni kondom harus tidak dapat ditembus sperma
maupun virus. Ketebalan kondom harus berkisar 50 – 70 mikron (satu mikron =
satu perseribu millimeter). Maka tak mengherankan jika efektifitas kondom
sangat tinggi bila dipakai secara benar dengan tingkat keberhasilan mencapai
95% dalam pencegahan kehamilan.
Kenapa Kampanye Kondom di Tentang?
Kampanye penggunaan kondom ini menjadi penting,
mengingat masih banyak kasus reproduksi yang terjadi. Namun, jika kampanye ini
ingin berhasil maka semestinya pemerintah lebih meningkatkan penyuluhan program
kesehatan reproduksi wanita bagi remaja. Setidaknya, remaja mendapatkan
perbekalan mental yang baik agar lebih memahami bahaya melakukan seks.
Kampanye kondom yang dilakukan pemerintah
sebenarnya diperuntukkan bagi pasangan yang sudah menikah namun belum
siap memiliki keturunan (sebagai alat kontrasepsi), juga digunakan untuk
meminimalisir dampak penularan IMS dan HIV akibat hubungan seksual yang tidak
aman. Kampanye kondom tidak sama sekali melegalkan ataupun menganjurkan sex
bebas, melainkan mengantisipasi agar virus berbahaya tidak dapat ditularkan
melalui hubungan seks. Sayangnya produksi kondom sering disalahgunakan oleh
oknum-oknum tertentu dan didukung oleh lemahnya kontrol dari pemerintah.
Misalnya ketika pemasaran dan penjualan kondom tidak diimbangi dengan kontrol
ketat sehingga siapapun bisa membeli dan menggunakannya meskipun masih belum
memiliki pasangan yang sah. Akibat ulah oknum-oknum itulah maka kampanye
kondom dinilai tidak sesuai dengan ajaran agama dan adat-istiadat masyarakat
Indonesia.
Jika dilihat dari kacamata sosiologisnya,
sebagian masyarakat Indonesia menginterpretasikan kondom sebagai alat
kontrasepsi yang sering digunakan oleh pasangan yang tidak sah sebagai
suami-istri. Opini ini timbul disebabkan karena banyak pasangan yang bukan
suami istri menggunakan kondom sebagai alat pengaman dalam berhubungan intim.
Kondom bahkan menurut interpretasi sebagian masyarakat bukanlah alat yang
dibutuhkan oleh pasangan suami istri sah dalam melakukan hubungan intim. Sebab,
scara umum masyarakat memahami bahwa pernikahan bertujuan untuk mendapatkan
keturunan. Oleh sebab itu mereka tidak membutuhkan alat kontrasepsi. Dengan
kata lain, hanya mereka yang tidak memiliki status sah sebagai suami istri yang
menggunakan kondom.
Aspek sosiologis dalam mengambil dan
menjalankan kebijakan penggunaan kondom tidak bisa diabaikan. Oleh sebab itu,
pemerintah perlu kembali memahami jangkauan pemikiran masyarakat. Pemerintah
juga perlu melakukan sosialisasi lebih dalam pada masyarakat sehingga mereka
menjadi paham bahwa kampanye kondom yang disosialisasikan oleh pemerintah tidak
mendukung perzinahan seperti yang selama ini ditakuti oleh sebagian masyarakat.
Pendekatan yang baik dengan masyarakat melalui pemberian informasi tentang
program kampanye ini akan menjadi kunci keberhasilan program ini.
Meyakinkan semua elemen masyarakat untuk turut
mendukung Pekan Kondom Nasional (KPN) tentu tidak bisa dilakukan secara instan,
tapi ini harus dijadikan pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah. Pemerintah harus
berupaya meyakinkan masyarakat bahwa tujuan kampanye kondom yang dilakukan
Kementerian Kesehatan adalah untuk menekan angka penularan IMS dan HIV/AIDS
kehamilan diluar nikah serta aborsi dengan mengkampanyekan kondom dianggap
mendukung seks bebas. Oleh sebab itu, kampanye kondom ini hanya dilakukan
kepada golongan yang berisiko seperti gay, waria, pengidap HIV/AIDS dan
wanita/pria penghibur. Sementara itu, untuk remaja ada baiknya jika kampanye
ini lebih diarahkan kepada sosialisasi tentang bahaya seks bebas dan penyuluhan
seks yang aman dan sehat. Remaja juga perlu disosialisasikan tentang program
kesehatan reproduksi dan mengkampanyekan larangan seks bebas di luar
nikah.
oleh: Marisa Elsera
Lomba Pekan Kondom Nasional 2013
Lomba Pekan Kondom Nasional 2013