Padang Perlu Bercermin
Hampir semua kota yang terbentuk secara alamiah mengalami persoalan
transportasi. Persoalan ini tak terkecuali dialami oleh Kota Padang.
Ketiadaan terminal, kerap dijadikan alasan maraknya pungutan liar
(pungli) dan premanisme yang dialami supir angkutan kota (angkot)
seperti yang diberitakan Harian Haluan, Rabu (22/2). Lantas, benarkah
untuk mengatasi pungli, Kota Padang harus memiliki terminal?
Pengadaan terminal untuk angkutan kota memang diperlukan oleh sebuah
kota modern guna menciptakan suasana tertib dan nyaman berlalulintas.
Maka dari itu, setiap kota haruslah memiliki terminal untuk angkot dan
bus antarprovinsi. Untuk itulah, rencana pembangunan terminal seperti
yang diungkapkan DPRD Kota Padang patut didukung. Akan tetapi, jangan
hanya membangun terminal secara fisik saja dan abai terhadap aspek
sosial dan budaya masyarakat lokal. Jika tidak, pembangunan tidak akan
dapat termanfaatkan dengan baik sesuai dengan tujuan pembangunan
nasional.
Untuk itu, marilah berkaca pada pembangunan yang telah lampau.
Beberapa tahun lalu Pemko Padang juga sudah membangun terminal Aie
Pacah, tapi nyatanya terminal ini tidak dapat berfungsi dengan baik.
Bahkan, terminal ini sudah ditinggalkan oleh angkutan umum yang tidak
lagi mau nge-term disana. Maka dari tahun ke tahun terminal Aie Pacah
hanya jadi bangunan lapuk tak termanfaatkan sebelum akhirnya Pemko
Padang memutuskan untuk pindah kesana pascagempa 2009 yang menyebabkan
gedung perkantoran rusak parah.
Tidak termanfaatkannya terminal Aie Pacah harusnya menjadi pelajaran
berharga bagi Pemko Padang untuk merancang pembangunan kota kedepan.
Persoalan letak, akses dan sarana prasarana di terminal harus menjadi
perhatian utama bagi pemko disamping pembangunan fisik terminal
tentunya. Harusnya, Pemko sudah mengevaluasi kegagalan sebelumnya agar
tidak terjadi kegagalan yang sama dikemudian hari.
Mengenai pembangunan terminal yang diungkapkan DPRD Kota Padang dapat
mengatasi pungli sebaiknya patut dikaji kembali. Barangkali kita semua
perlu belajar dari kasus di kota-kota di Indonesia yang masih
bermasalah dengan pungli meskipun mereka telah memiliki terminal
angkutan kota. Sedikitnya ada dua Terminal Segog, Kecamatan Tenjolaya, Bogor, Jawa Barat dan Terminal
Tirtonadi, Solo baru-baru ini menjadi sorotan publik karena pungli yang
meresahkan masyarakat. Bahkan pungli itu disebut-sebut dilakukan oleh
kepala terminalnya dengan dalih untuk fasilitas terminal.
Kondisi terminal di dua kota ini patut dijadikan cerminan untuk
pembangunan kota Padang kedepan. Sudah menjadi rahasia umum jikalau
terminal menjadi salah satu lahan empuk untuk mendulang keuntungan dari
penarikan pungutan tak resmi ini. Terminal memang adalah tempat yang
cukup memberikan peluang terjadinya transaksi ekonomi “dibawah tangan”
yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Terminal adalah lahan basah
untuk peluang pungli di Indonesia.
Pemko dan DPRD Kota perlu mendudukan tujuan pembangunan terlebih
dahulu. Tentunya tujuan pembangunan itu haruslah mengutamakan
kepentingan masyarakat, bukan kepentingan kelompok tertentu. Pembangunan
bukan hanya persoalan pendirian bangunan tempat perhentian bus dan
angkot, tapi disana juga tempat terjadinya interaksi hingga
perdagangan. Sebab itu, untuk membangun terminal jangan hanya
memikirkan teknisnya tapi juga aspek sosial, sarana dan prasarana,
fungsi terminal, letaknya yang harus didaerah strategis dan fasilitas
penunjang lainnya.
Adapun fasilitas penunjang yang dimaksud berupa jalur - jalur yang
sudah disiapkan bagi angkutan umum yang selama ini mempergunakan
terminal sebagai tempat naik maupun turunnya penumpang, WC umum, halte
tempat duduk dan juga fasilitas lainnya bagi Pedagang Kaki Lima (PKL)
sehingga terlihat rapi.
Faktanya, mayoritas terminal di Indonesia justru tidak mampu
memberikan fasilitas yang baik terhadap terminal. Maka tak mengherankan
melihat kondisi semrawut sebuah terminal. Idealnya, seluruh kendaraan
angkutan berawal dan berakhir atau menaikkan dan menurunkan penumpang di
terminal. Tapi yang terjadi sekarang, kota menjadi sumpek sebab bus
mangkal di kota. Supir angkot tidak mau menggunakan terminal sebab
sistem yang ada tidak mendukung. Makanya mesti ada penindakan, semua
pihak mesti duduk bersama dan tidak saling lempar tanggung jawab. Harus
dipikirkan bagaimana solusi dan mau diapakan terminal dan terminal
bayangan.
Sebenarnya, jika aparatur Negara mampu bersikap tegas tentu pungli
dan aksi premanisme ini dapat ditekan. Jadi, meskipun tidak adanya
terminal, pungli tetap dapat diminimalisir. Namun sebaliknya
waalaupun terminal telah dibangun, kalau tidak ada pengawasan dari
aparatur Negara dengan baik maka pelaku pungutan liar berkedok menjual
tisu, air mineral hingga pengharum angkot akan semakin tumbuh subur.
Bahkan parahnya, aparat Negara pun dapat memanfaatkan peluang pungli
ini seperti yang dilakukan oleh Kepala Terminal Tirtonadi, Solo.
Maka dari itu, perlu adanya pembenahan mentalitas aparatur Negara
dan pembenahan terhadap sistem transportasi di Kota Padang. Sistem
transportasi dan mental aparatur Negara merupakan dua hal yang saling
berikatan. Sistem transportasi yang canggih sekalipun masih dapat
dibobol jika perilaku aparat dalam menindak pungli asal-asalan.
Pembenahan mental aparat dapat dilakukan dengan pendekatan preventif
seperti memberikan reward dan keteladanan pimpinan hingga pendekatan
represif yakni seperti pemberian punishment (sanksi) yang tegas
terhadap pelaku pungli.
Kerja Keras Menata Transportasi
Kota Padang sejak beberapa tahun silam memang sudah tidak memiliki
terminal angkutan kota. Terminal angkot di Pasar Raya berubah fungsi
jadi pusat perbelanjaan. Setelah terminal tergusur, angkot akhirnya
terpaksa nge-tem di depan Masjid Muhammadiyah yang berimplikasi pada
kesemrawutan lalu lintas.
Kemacetan tak bisa dihindari. Kesemrawutan
transportasi di Kota Padang memang menuntut kerja keras aparatur Negara
untuk mengembalikan kondisi kota menjadi tertib dan aman seperti sedia
kala. Sebuah kota dikatakan modern tidak saja dilihat dari indicator
pembangunanan fisik saja, tapi juga dari perilaku masyarakatanya.
Memang sudah menjadi problema sebuah kota besar dengan kesemrawutan yang
mengakibatkan kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh ketidak
teraturan manusia dalam berkendara (reflesi budaya).
Maka dari itu, peran masyarakat sangat menentukan berhasil tidaknya
pembangunan teknologi transportasi. Masyarakat mempraktikkan dan
mengkonsumsi teknologi dan dalam mempraktikkan teknologi itu ada
nilai-sosial budaya yang mempengaruhinya. Nilai-nilai itu antara lain,
kebiasaan, budaya dan ideologi tentang keselamatan, kenyamanan dan
keamanan.
Guna menciptakan kota masa depan yang memberikan pelayanan bagi
perpindahan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
cepat, murah, aman dan minim polusi diperlukan penanganan
permasalahan transportasi secara komprehensif melalui pembangunan
sistem transportai massal. Untuk itu, tidak hanya perencanaan
pembangunan fisik saja yang perlu ditata tapi juga pembangunan
sosialnya. Dengan kata lain, Kota Padang membutuhkan pembangunan
berkelanjutan.
Kebutuhan sistem transportasi di kota Padang yang lebih aman dan
nyaman sudah sangat mendesak. Sebab dengan sistem transportasi yang
lebih baik lagi, hal itu akan memiliki efek positif ke berbagai sektor.
Ekonomi akan lebih efisien dan bisa berkembang lebih cepat serta
investor akan teratrik menanamkan modalnya. Sistem transportasi yang
teratur mencerminkan kondisi kehidupan kota.
Kota Padang Butuh Terminal
Kendati diawal penulis menegaskan bahwa pembangunan terminal tidak
otomatis dapat mengatasi persoalan pungli di Kota Padang, bukan berarti
penulis tidak menghendaki pembangunan terminal. Sebuah kota modern
membutuhkan terminal tempat menaikkan dan menurunkan penumpang guna
mengurangi kemacetan akibat terbentuknya terminal bayangan. Keberadaan
terminal mampu mengurai kemacetan yang disebabkan banyaknya angkot
mangkal di sekitar pasar. Jika ada terminal, angkot-angkot yang ada bisa
dilokalisir perputarannya di terminal itu. Sehingga tidak ada lagi
angkot yang memutar di jalan dan pusat keramaian kendraan.
Menurut Budi (2005: 182-183) dalam buku Pembangunan Kota Tinjauan
Regional dan Lokasi Terminal, setidaknya ada 3 fungsi terminal yakni
menyediakan tempat dan kemudahan perpindahan moda transportasi,
menyediakan sarana untuk simpul lalu lintas serta menyediakan tempat
utuk menyiapkan kendaraan. Maka dari itu, setiap kota di dunia perlu
memiliki terminal untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yakni
penerapan system transportasi terpadu. Hanya saja, perencanaan
pembangunan kota harus lebih matang agar dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat.
MARISA ELSERA
(Mahasiswa Pascasarjana Unand)