Rabu, 22 Mei 2013

PERBEDAAN METODE PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF


A. Pengertian Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif
Metode kuantitatif dan kualitatif sering dipasangkan dengan nama metode yang tradisional dan metode baru; metode positivistic dan metode postpositivistic, metode scientific dan artistic, metode konfirmasi dan temuan. Jadi metode kuantitatif sering dinamakan metode tradisional, positivistic, scientivic dan metode discovery. Selanjutnya metoda hase kualitatif sering dinamakan sebagai metode baru, postposivistic, artistic dan interpretive research.
Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistic karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai metode scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/ empiris, objektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery, Karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru.
Metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru karena popularitasnya belum lama, metode ini dinamakan postpositivistik Karena berlandaskan pada filsafat post positifisme. Metode ini disebut juga sebagai metode artistic, Karena proses penelitian lebih bersifat seni(kurang terpola),dan disebut metode interpretive karena data hasil peneletian lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang di temukan di lapangan.metode penelitian kuantitatif dapat di artikan sebagai metode penelitian yang di gunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,pengumpulan data menggunakan instrument penelitian,analisis data bersifat kuantitatif/statistic,dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang teleh di tetapkan.
Metode penelitian kualitatif sering di sebut metode penelitian naturalistik karena penelitianya di lakukan pada kondisi yang alamiah(natural setting);di sebut juga metode etnographi,karena pada awalnya metode ini lebih banyak di gunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya;disebut metode kualitatif,karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.
B. Perbedaan Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif
Perbedaan mendasar dari metode penelitian kualitatif dengan metode penelitian kuantitatif yaitu terletak pada strategi dasar penelitiannya. Penelitian kuantitatif dipandang sebagai sesuatu yang bersifat konfirmasi dan deduktif, sedangkan penelitian kualitatif bersifat eksploratoris dan induktif[1]. Bersifat konfirmasi disebabkan karena metode penelitian kuantitatif ini bersifat menguji hipotesis dari suatu teori yang telah ada. Penelitian bersifat mengkonfirmasi antara teori dengan kenyataan yang ada dengan mendasarkan pada data ilmiah baik dalam bentuk angka. Penarikan kesimpulan bersifat deduktif yaitu dari sesuatu yang bersifat umum ke sesuatu yang bersifat khusus. Hal ini berangkat dari teori-teori yang membangunnya.
Hamidi menjelaskan setidaknya terdapat 12 perbedaan pendekatan kualitatif dengan kualitatif seperti berikut ini[2]:
1. Dari segi perspektifnya penelitian kuantitatif lebih menggunakan pendekatan etik, dalam arti bahwa peneliti mengumpulkan data dengan menetapkan terlebih dahulu konsep sebagai variabel-variabel yang berhubungan yang berasal dari teori yang sudah ada yang dipilih oleh peneliti. Kemudian variabel tersebut dicari dan ditetapkan indikator-indikatornya. Hanya dari indikator yang telah ditetapkan tersebut dibuat kuesioner, pilihan jawaban dan skor-skornya.\
Sebaliknya penelitian kualitaif lebih menggunakan persepektif emik. Peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para informan dan diungkapkan apa adanya sesuai dengan bahasa dan pandangan informan.
2. Dari segi konsep atau teori, penelitian kuantitatif bertolak dari konsep (variabel) yang terdapat dalam teori yang dipilih oleh peneliti kemudian dicari datanya, melalui kuesioner untuk pengukuran variabel-variabelnya.
Di sisi lain penelitian kualitatif berangkat dari penggalian data berupa pandangan responden dalam bentuk cerita rinci atau asli mereka, kemudian para responden bersama peneliti meberi penafsiran sehingga menciptakan konsep sebagai temuan. Secara sederhana penelitian kuantitatif berangkat dari konsep, teori atau menguji (retest) teori, sedangkan kualitatif mengembangkan ,menciptakan, menemukan konsep atau teori.
3. Dari segi hipotesis, penelitian kuantitatif merumuskan hipotesis sejak awal, yang berasal dari teori relevan yang telah dipilih, sedang penelitian kualitatif bisa menggunakan hipotesis dan bisa tanpa hipotesis. Jika ada maka hipotesis bisa ditemukan di tengah penggalian data, kemudian “dibuktikan” melalui pengumpulan data yang lebih mendalam lagi.
4. Dari segi teknik pengumpulan data, penelitian kuantitatif mengutamakan penggunaan kuisioner, sedang penelitaian kualitatif mengutamakan penggunaan wawancara dan observasi.
5. Dari segi permasalahan atau tujuan penelitian, penelitian kuantitatif menanyakan atau ingin mengetahui tingkat pengaruh, keeretan korelasi atau asosiasi antar variabel, atau kadar satu variabel dengan cara pengukuran, sedangkan penelitian kualitatif menanyakan atau ingin mengetahui tentang makna (berupa konsep) yang ada di balik cerita detail para responden dan latar sosial yang diteliti.
6. Dari segi teknik memperoleh jumlah (size) responden (sample) pendekatan kuantitatif ukuran (besar, jumlah) sampelnya bersifat representatif (perwakilan) dan diperoleh dengan menggunakan rumus, persentase atau tabel-populasi-sampel serta telah ditentukan sebelum pengumpulan data.
Penelitian kualitatif jumlah respondennya diketahui ketika pengumpulan data mengalami kejenuhan. Pengumpulan datanya diawali dari mewawancarai informan-awal atau informan-kunci dan berhenti sampai pada responden yang kesekian sebagai sumber yang sudah tidak memberikan informasi baru lagi. Maksudnya berhenti sampai pada informan yang kesekian ketika informasinya sudah “tidak berkualitas lagi” melalui teknik bola salju (snow-ball), sebab informasi yang diberikan sama atau tidak bervariasi lagi dengan para informan sebelumnya. Jadi penelitian kualitatif jumlah responden atau informannya didasarkan pada suatu proses pencapaian kualitas informasi.
7. Dari segi alur pikir penarikan kesimpulan penelitian kuantitatif berproses secara deduktif, yakni dari penetapan variabel (konsep), kemudian pengumpulan data dan menyimpulkan. Di sisi lain, penelitian kualitatif berproses secara induktif, yakni prosesnya diawali dari upaya memperoleh data yang detail (riwayat hidup responden, life story, life sycle, berkenaan dengan topik atau masalah penelitian), tanpa evaluasi dan interpretasi, kemudian dikategori, diabstraksi serta dicari tema, konsep atau teori sebagai temuan.
8. Dari bentuk sajian data, penelitian kuantitatif berupa angka atau tabel, sedang penelitian kualitatif datanya disajikan dalam bentuk cerita detail sesuai bahasa dan pandangan responden.
9. Dari segi definisi operasional, penelitian kuantitatif menggunakannya, sedangkan penelitian kualitatif tidak perlu menggunakan, karena tidak akan mengukur variabel (definisi operasional adalah petunjuk bagaimana sebuah variabel diukur). Jika penelitian kualitatif menggunakan definisi operasional, berarti penelitian telah menggunakan perspektif etik bukan emik lagi. Dengan menetapkan definisi operasional, berarti peneliti telah menetapkan jenis dan jumlah indikator, yang berarti telah membatasi subjek penelitian mengemukakan pendapat, pengalaman atau pandangan mereka.
10. (Dari segi) analisis data penelitian kuantitatif dilakukan di akhir pengumpulan data dengan menggunakan perhitungan statistik, sedang penelitian kualitatif analisis datanya dilakukan sejak awal turun ke lokasi melakukan pengumpulan data, dengan cara “mengangsur atau menabung” informasi, mereduksi, mengelompokkan dan seterusnya sampai terakhir memberi interpretasi.
11. Dari segi instrumen, penelitian kualitatif memiliki instrumen berupa peneliti itu sendiri. Karena peneliti sebagai manusia dapat beradaptasi dengan para responden dan aktivitas mereka. Yang demikian sangat diperlukan agar responden sebagai sumber data menjadi lebih terbuka dalam memberikan informasi. Di sisi lain, pendekatan kuantitatif instrumennya adalah angket atau kuesioner.
12. Dari segi kesimpulan, penelitian kualitatif interpretasi data oleh peneliti melalui pengecekan dan kesepakatan dengan subjek penelitian, sebab merekalah yang yang lebih tepat untuk memberikan penjelasan terhadap data atau informasi yang telah diungkapkan. Peneliti memberikan penjelasan terhadap interpretasi yang dibuat, mengapa konsep tertentu dipilih. Bisa saja konsep tersebut merupakan istilah atau kata yang sering digunakan oleh para responden. Di sisi lain, penelitian kuantitatif “sepenuhnya” dilakukan oleh peneliti, berdasarkan hasil perhitungan atau analisis statistik.
DAFTAR PUSTAKA
Irwan Abdullah. 2008. Materi Kuliah Metode Penelitian Administrasi. Yogyakarta: Magister Administrasi Publik UGM
Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press. Hal 14-16
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabet 

Sumber: Ihsanuddin dalam http://pandidikan.blogspot.com/2011/03/perbedaan-metode-penelitian-kuantitatif.html


HUBUNGAN SOSIOLOGI DENGAN ILMU LAIN


Hubungan Sosiologi dengan Ilmu Antropologi
Objek kajian sosiologi adalah masyarakat. Masyarakat selalu berkebudayaan. Masyarakat dan kebudayaan tidak sama, tetapi berhubungan sangat erat. Masyarakat menjadi kajian pokok sosiologi dan kebudayaan menjadi kajian pokok antropologi. Jika diibaratkan sosiologi merupakan tanah untuk tumbuhnya kebudayaan. Kebudayaan selalu bercorak sesuai dengan masyarakat. Masyarakat berhubungan dengan susunan serta proses hubungan antara manusia dan golongan. Adapun kebudayaan berhubungan dengan isi/corak dari hubungan antara manusia dan golongan. Oleh karena itu baik masyarakat atau kebudayaan sangat penting bagi sosiologi dan antropologi. Hanya saja, penekanan keduanya berbeda.
Hubungan Sosiologi dengan Ilmu Sejarah
Salah satu metode yang digunakan dalam sosiologi adalah metode historis. Dalam hal ini para sosiolog selalu memberikan persoalan sejarah kepada ahli sejarah sehingga ilmu sejarah dipengaruhi oleh perkembangan sosiologi. Oleh karena itu antara sejarah dan sosiologi mempunyai pengaruh timbal balik. Keduanya mempelajari kejadian dan hubungan yang dialami masyarakat/manusia. Sejarah mempelajari peristiwa masa silam, sejak manusia mengenal peradaban. Peristiwa-peristiwa itu kemudian dihubungkan satu sama lain sehingga diperoleh gambaran menyeluruh pada masa lampau serta mencari sebab terjadinya atau memperkuat tersebut. Selain itu, sosiologi juga memerhatikan masa silam, tetapi terbatas pada peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan dan timbul dari hubungan antarmanusia dalam situasi dan kondisi yang berbeda.
Hubungan Sosiologi dengan Ilmu Politik
Ilmu politik mempelajari satu sisi kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan meliputi
upaya memperoleh kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, dan bagaimana menghambat penggunaan kekuasaan. Istilah politik dalam hal ini berbeda dengan istilah politik yang digunakan sehari-hari, yaitu politik diartikan sebagai pembinaan kekuasaan negara yang bukan merupakan ilmu pengetahuan tetapi sebagai seni (art). Sosiologi memusatkan perhatiannya pada sisi masyarakat yang bersifat umum dan berusaha mendapatkan pola-pola umum darinya.
Hubungan Sosiologi dengan Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi mempelajari usaha-usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam dengan keterbatasan barang dan jasa yang tersedia. Misalnya ilmu ekonomi berusaha memecahkan persoalan yang timbul karena tidak seimbangnya persediaan pangan dengan jumlah penduduk, serta mempelajari usaha menaikkan produksi guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Adapun sosiologi
mempelajari unsur-unsur kemasyarakatan secara keseluruhan. Sosiologi mempelajari bagaimana manusia berinteraksi, bekerja sama, bersaing dalam upaya-upaya pemenuhan kebutuhan.

Metode Penelitian Sosiologi Hukum



Metode-metode dalam Sosiologi
1. Metode Kualitatif
Metode kualitatif mengutamakan bahan yang sukar dapat diukur dengan angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain yang bersifat eksak, walaupun bahan-bahan tersebut terdapat dengan nyata di dalam masyarakat. Di dalam metode kualitatif termasuk metode historis dan metode komparatif, keduanya dikombinasikan menjadi historis-komparatif. Metode historis menggunakan analisis atas peristiwa-peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum.
2.      Metode komparatif
Metode komparatif mementingkan perbandingan antara bermacam-macam masyarakat beserta bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan serta sebab-sebabnya. Perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan tersebut bertujuan untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk mengenai perilaku masyarakat pada masa silam dan masa sekarang, dan juga mengenai masyarakat-masyarakat yang mempunyai tingkat peradaban yang berbeda atau yang sama.
3.      Metode study kasus (case study)
Metode study kasus (case study) bertujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya salah satu gejala nyata salam kehidupan masyarakat. Study kasus dapat digunakan menelaah suatu keadaan, kelompok, masyarakat setempat (community) lembaga-lemaga maupun individu-individu. Alat-alat yang dipergunakan oleh metode study kasus adalah misalnya wawancara (interview), pertanyaan-pertanyaan (questionnaires), dari daftar pertanyaan-pertanyaan (schedules), participant observer technique, dan lain-lain.
4.      Metode kuantitatif
Metode kuantitatif mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka, sehingga gejala-gejala yang diteliti dapat diukur dengan mempergunakan skala-skala, indeks, tabel, dan formula-formula yang semuanya mempergunakan ilmu pasti atau metematika. Metode yang termasuk jenis metode kuantitatif adalah metode statistik yang bertujuan menelaah gejala-gejala social secara matematis. Akhir-akhir ini dihasilkan suatu teknik yang dinamakan sociometry yang berusaha meneliti masyarakat secara kuantitatif. Sociometry mempergunakan skala-skala dan angka-angka unuk mempelajari hubungan-hubungan antarmanusia dalam masyarakat.
Pendekatan Sosiologi terhadap Hukum
Tiga Pilihan cara dalam Hukum
1)      Kajian Normatif (analitis-dogmatis)
      Kajian ini memandang hukum dalam wujudnya sebagai kaidah yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kajian ini sifatnya preskriptif, menentukan apa yang salah dan apa yang benar. Kajian normatif terhadap hukum dilakukan antara lain pada ilmu hukum pidana positif, hukum tata negara positif, dan hukum perdata positif. Dengan kata lain, kajian ini lebih mencerminkan law in books. Dunianya adalah das sollen, apa yang seharusnya.
      Kajian hukum normatif ini lebih ditekankan pada norma-norma yang berlaku pada saat itu atau norma yang dinyatakan dalam undang-undang. Metode yang digunakan untuk penelitian terhadap kajian ini adalah metode yuridis-normatif. Kajian normatif ini merupakan kajian yang sangat menentukan puncak perkembangan hukum sejak abad ke-19. Pada waktu itu, sebagai akibat kemajuan teknologi, industri, perdagangan dan transportasi, terjadilah kekosongan besar dalam perdagangan. Berdasarkan kekosongan tersebut, hukum memberikan respon yang sangat masif dan melahirkan suatu orde baru dalam tatanan yang tidak ada tandingannya. Hal inilah yang membuat metode-metode kajian hukum menjadi sangat normatif, positivistik, dan legalistik.
      Menurut Satjipto Rahardjo, metode normatif ini didasarkan pada hal di bawah ini.
1)      Ada penerimaan hukum positif sebagai suatu yang harus dijalankan
2)      Hukum dipakai sebagai sarana penyelesaian persoalan (problem solving device)
3)      Partisipasi sebagai subjek yang memihak hukum positif
4)      Sikap menilai atau menghakimi anggota masyarakat, berdasarkan hukum positif.
      Kajian normatif terhadap hukum ini dapat dilihat dari hal-hal berikut, yaitu adanya infentarisasi hukum positif, penelitian asas hukum, menemukan hukum konkrit, adanya sistematika hukum, adanya sinkronisasi dan harmonisasi, perbandingan hukum serta sejarah hukum.

2)      Kajian filosofis (Metode Transendental)
   Kajian ini lebih menitikberatkan pada seperangkat nilai-nilai ideal,yang seyoganya senantiasa menjadi rujukan dalam setaip pembentukan, pengaturan, dan pelaksanaan kaidah hukum. Kajian ini lebih diperankan oleh kajian filsafat hukum, atau law in ideas. Kajian filosofis ada dalam kajian hukum, karena studi hukum dimulai tidak sebagai disiplin yang sifatnya otonom, melainkan sebagai bagian dari studi filsafat. Studi filsafat hukum ini telah berumur lebih dari ribuan tahun. Kehadiran yang amat dini tersebut disebabkan oleh eksistensi dari tatanan itu sendiri. Tatanan merupakan isi lain dari kehidupan bersama manusia, sebab manusia adalah makhluk tatanan.
      Filsafat hukum memusatkan perhatiannya kepada pertanyaan-pertanyaan filosofis dari hukum. Mempersoalkan hukum dan keadilan, hukum dan kebebasan, hukum dan kekuasaan. (mengenai teori hukum). Pengembangan filsafat hukum mencakup seperti di bawah ini.
1)      Ontologi hukum merefleksikan hakikat hukum dan konsep-konsep fundamental terkait, yaitu demokrasi, hubungan hukum dengan orang.
2)      Akseologi hukum merefleksikan isi dan nilai yang termuat dalam hukum, yaitu kelayakan, persamaan, keadilan, kebebasab dan kebenaran.
3)      Ideologi hukum, yang merefleksikan wawasan manusia dan masyarakat yang melegimitasi hukum.
4)      Epistemologi hukum, yang merefleksikan sejauh mana pengetahuan tentang hukum dapat dijalankan.
5)      Teleologi hukum, yang merefleksikan makna serta tujuan dari hukum.
6)      Ajaran ilmu, yang merefleksikan kriteria keilmuaan ilmu hukum.
7)      Logika hukum, yang merefleksikan aturan berfikir dalam hukum.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah bagian dari filsafat umum. Oleh karena itu, setiap uraian tentang arti (definisi) dari filsafat sudah tidak mengandaikan suatu titik tolak kefilsafatan, maka untuk mengetahui filsafat hukum, kita harus mengetahui terlebih dahulu filsafat secara umum.
Tujuan utama kajian filosofis ini adalah ingin memahami secara mendalam hakikat dari hukum. Ini bararti, filsafat hukum ingin memahami hukum sebagai tampilan atau menifestasi dari suatu asas yang melandasinya. Karna itu, filsafat hukum, mengadaikan teori pengetahuan (epistemology) dan etika.

3)      Kajian Empiris
      Kajian ini memandang hukum sebagai kenyataan yang mencakup kenyataan social, kultur. Kajian ini bersifat deskriptif. Jika dilihat dari peralihan zaman dari abad ke-19 ke abad ke-20, metode empiris ini lahir disebabkan karena metode atau kajian hukum secara normative, tidak lagi mendapat tempat. Pendekatan hukum melalui kajian empiris yang lahir di awal abad ke-20 ini bersamaan lahirnya dengan ilmu baru yang oleh A. Comte (1798-1857) diberi nama sosiologi. Olehnya, sosiologi disebut sebagai ilmu tentang tatanan social dan kemajuan social.
      Ketiga pendekatan terhadap hukum itu, merupakan langkah awal bagi kita (hamba hukum) untuk memahami apakah hukum itu? Berlainan dengan tiga pendekatan itu, namun masih memiliki karakteristik  yang sama, Achmad Ali dalam pidatonya ketika menerima jabatan guru besar tetap pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, memberikan suatu pencerahan terhadap pendekatan hukum sebagai berikut.
      Pertama, beggriffenwissenchaft adalah ilmu tentang asas-asas yang fundamental di bidang hukum, termasuk di dalamnya mata kuliah pengantar ilmu hukum, filsafat hukum, logika hukum, dan teori hukum. Kedua, Normwissenchaft adalah ilmu tentang norma, termasuk didalamnya adalah sebagian besar mata kuliah yang diajarkan fakultas-fakultas hukum di Indonesia, seperti Hukum Pidana, Hukum Perdata dan Hukum Tata Negara. Ketiga, Tatsachenwissenchaft adalah tentang kenyataan hukum, termasuk di dalamnya Sosiologi Hukum, Hukum & Masyarakat, Antropologi Hukum dan Psikologi Hukum.
      Dari berbagai macam pendekatan terhadap hukum tersebut di atas, hukum dapat dapat ditafsirkan sebagai sebuah konsep. Soetandyo Wigjosoebroto, mengatakan tak ada konsep yang tunggal mengenai apa yang disebut dengan hukum itu. Menurut pendapatnya, dalam sejarah pengkajian hukum, tercatat sekurang-kurangnya ada tiga konsep. Pertama, hukum dikonsepkan sebagai asas moralitas atau asas keadilan yang bernilai universal dan menjadi bagian inheren system hukum alam. Kedua, hukum dikonsepkan sebagai kaidah-kaidah positif yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu, sebagai produk eksplisit suatu sumber kekuasan politik tertentu yang berlegitimasi. Ketiga, hukum dikonsepkan sebagai institusi social yang riil dan fungsional dalam system kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini hukum berperan dalam proses pemulihan ketertiban, penyelesaian sengketa, maupun dalam proses pengarahan dan pembentukan pola-pola perilaku yang baru.
     
4.2. Menuju Pendekatan Sosiologi terhadap Hukum
Abad ke-19 ditandai dengan munculnya gerakan positivisme dalam ilmu hukum. Abad tersebut menerima warisan pemikiran dari masa-masa sebelumnya yang bersifat idealitis. Perkembangan dan perubahan yang terjadi pada abad ke-19 tersebut, telah menimbulkan semangat serta sikap kritis terhadap masalah-masalah yang tengah dihadapi. Kita mengetahui bahwa pada abad ini suatu tradisi ilmu baru telah berkembang. Ilmu ini nantinya akan mampu membuka cakrawala baru dalam sejarah umat manusia, yang semula seperti terselubung oleh cara-cara pemahaman tradisional.
Pengaruh-pengaruh dari perubahan abad ke-19 menurut Satjipto Rahardjo, telah memberikan pengaruh terhadap cara-cara pendekatan terhadap hukum yang selama itu dipakai. Aliran sejarah telah mulai menarik perhatian orang dari analisis hukum yang abstrak dan ideology kepada lingkungan social yang membentuk hukumnya. Pendekatan hukum pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 telah mulai mendekatkan diri pada hukum dengan masyarakat.
Perubahan abad ke-19 tersebut, memiliki pengaruh yang sangat penting bagi munculnya sosiologi hukum. Misalnya, industrialisasi yang berkelanjutan melontarkan persoalan sosiologisnya sendiri, seperti urbanisasi dan gerakan demokrasi juga menata kembali masyarakat sesuai dengan prinsip kehidupan demokrasi. Kemapanan kehidupan pada abad ke-19 yang penuh dengan kemajuan di banyak bidang bukanlah akhir atau puncak peradaban manusia. Pada abad ini kodifikasi bukanlah akhir dari perkembangan kehidupan hukum.
Sosiologi hukum, merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat muda dan merupakan cabang sosiologi terpenting, yang sampai sekarang masih dicari perumusannya. Hingga saat ini, sosiologi hukum masih mempunyai batasan-batasan yang belum jelas, ahli-ahlinya belum mempunyai kesepakatan mengenai pokok persoalan tentang apa itu sosiologi hukum. Apa yang menyebabkan ilmu baru ini terhambat perkembangannya. Menurut penulis, karena ilmu baru ini, dalam mempertahankan hidupnya, harus bertempur di dua front. Sosiologi hukum menghadapi dua kekuatan, yakni dari kalangan para ahli hukum dan ahli sosiologi, yang terkadang keduanya bersatu untuk menggugat keabsahan sosiologi sebagai disiplin yang berdiri sendiri. Perselisihan ini timbul, seperti yang telah dijelaskan oleh David N. Schiif, yang mengutip dari Aubert.

Selasa, 14 Mei 2013

SUMBER-SUMBER HUKUM



A.    Pengertin Sumber Hukum
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

B.     Macam-Macam Hukum Menurut Sudikno

1.      Algra membagi 2 sumber hukum, yaitu sumber hukum materil dan sumber hukum formil
a.    Sumber hukum materil
Sumber hukum materil ialah ke empat dari mana materi hukum itu diambil.
Sumber hukum materi merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, tradisi (pandangan keagamaam, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalu lintas), perkembanggan internasional, keadaan geografis.
b.    Sumber hukum formil
Tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Contohnya UU, perjanjian antar negara, Yurisprudensi dan kebiasaan.

2.      Van Apeldoorn membagi 4 sumber hukum
a.    Sumber hukum dalam arti historys yaitu tempat kita kita dapat mmenemukan hukumnya dalam sejarah atau dari segi histeris. Sumber hukum yang merupakan tempat dapat ditemukan atau dikenal hukumsecara historis, dokumen-dokumen kuno, lontar dan tempat pembentukan UU mengambil bahannya.
b.    Sumber hukum dalam arti sosiologis (teleglogis) merupakan faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama dan sebagainya.
c.    Sumber hukum dalam arti filosofis adalah sumber isi hukum berasal dari tuhan, akal manusia, kesadaran hukum dan kekuatan mengikat.
d.   Sumber hukum dalam arti formil ialah sumber dilihat dari cara terjadinya hukum positif yaitu fakta yang menimbulkan hukum yang berlaku yang mengikat hakim dan penduduk.

3.      Achmad Sanusi membagi sumber hukum
a.    Sumber hukum normal yang langsung atas pengakuan UU yaitu
ü  UU
ü  Perjanjian antar negara
ü  Kebiasaan

Sumber hukum normal yang tidak langsung atas pengakuan UU yaitu
ü  Perjanjian
ü  Doktrin
ü  Yurispudensi
b.    Sumber hukum abnormal yaitu
ü  Proklamasi
ü  Revolusi

4.      TAP MPRS NO. XX/ MPRS/ 1996 menggunakan istilah sumber tertib hukum yaitu:
ü  Pancasila
ü  Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945
ü  Dektrit Presiden 5 Juli 1959
ü  UUD
ü  Surat Perintah 11 Maret 1966

5.      Sumber hukum filosofis ideologis dan sumber hukum yuridis
a.    Sumber hukum filosofis ideologis adalah sumber hukum yang dilihat dari kepentingan individu, nasional atau internasional, sesuai dengan falsatah dan ideologi yang dianut disuatu negara.
b.    Sumber hukum segi yuridis merupakan penerapan dan penjabaran langsung dari sumber hukum segi filosofis ideologis yang diadakan pembedaan antara sumber hukum formal dan sumber hukum materil.
ü  Sumber hukum materil yaitu sumber hukum yang dilihat dari segi isinya
ü  Sumber hukum formal yaitu sumber hukum dilihat dari segi yuridis dalam arti formal yaitu sumber hukum dari segi yaitu UU, kebiasaan, Yurispudensi, dan doktrin.

C.    Undang-Undang

1.    Cara menentukan Undang-Undang
Cara pembentukan UU dan badan mana yang diberi wewenang tergantung pada sistem pemerintahan yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Suatu UU baru ada apabila telah dibentuk oleh yang bersangkutan dan pelaksanaannya yang dilimpahkan kepada badan yang diberi wewenang.

2.      Pembentukan Undang-Undang
Berdasarkan UUD maka pembuatan UU dilaksanakan oleh presiden bersama DPR UUD 1945 pasal 5. Untuk dapat diajukan/ diusulkan ke DPR dibuatlah rancangan UU terlebih dahulu. Setelah rancangan UU selesai, presiden mengusulkan kepada DPR. Apabila DPR tidak memyetujuinya, maka rancangan tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam masa persidangan DPR yang sama. Sebaliknya apabila anggota DPR yang mengambil insiatif dan mengusulkan rancangannya, maka UU pun tidak akan terbentuk tanpa adanya pengesahan dari presiden.

3.      Bentuk dan tata urutan perundangan di indonesia.
ü  UUD
ü  Ketetapan MPR
ü  UU dan peraturan pemerintah tertinggi UU (PERPU)
ü  Peraturan Pemerintah (P.P)
ü  Peraturan pelaksanaan dari mentri, direktur jendral, direktur
ü  Peraturan daerah tinggkat I (perda) dan peraturan pelaksanaannya.

D.    Filsafat Hukum
Filsafat hukum mempunyai kepercayaan bahwa dia dapat menentukan kenyataan hukum yang kekal, tidak akan berubah-ubah, tempat kita berpijak, dan tempat kita kesanggupan untuk menegakkan satu hukum yang sempurna, yang dengannya mungkin dapat di tertibkannya hubungan manusia untuk selama-lamanya, sehingga lenyap segala ketidakpastian dan diperolek kebebasan dari kebutuhan akan adanya perubahan.
Filsafat hukum ini berguna untuk menghindarkan perselisihan dan memajukan panemuan yang lebuh luas dan penggunaan sumber kekayaan alam untuk penghidupan manusia.
Para filsafat tersebut ialah:
1)      Kant => dimana merasionalkan hukum itu sebagai suatu sistem asas-asas atau kaidah-kaidah manusia, yang dengannya kemauan bebas dari tiap petindak boleh hidup bersama selamanya dengan kemauan bebas dari tiap orang lain.
2)      Hegel => merasionalisasikan hukum sebagai satu sistem asas-asas yang di dalamnya dan olehnya gagasan tentang kebebasan dijelmakan di dalam pengamalan manusia.
3)      Bentham => Merasionalisasikan sebagai suatu himpunan kaidah yang ditetapkan dan dipaksakan oleh kekuasaan negara yang dengannya terjamin untuk tiap orang maksimumkebahagiaan, yang dipahamkan sebagai kebebasan untuk megemukakan diri dalam membela hak-hak sendiri.

E.     Tujuan Hukum
Tujuan hukum adalah untuk memungkinkan pemberian kebebasan maksimum bagi tiap orang buat bertindak sesuai dengan tindakan perseorangan yang bebas pada umumnya, atau tujuan hukum ini merupakan sasaran untuk menyandarkan seseorang.

F.     Fungsi Hukum
Fungsi hukum adalah untuk menjaga ketentraman di dalam suatu masyarakat tertantu, untuk menjaga perdamaian dalam keadaan bagai mana saja dan dipelihara dengan mengorbankan apa saja.

G.    Penerapan Hukum
Dalam mengadili suatu perkara hukum ada 3 langkah yang harus dilakukan:
1)      Menemukan hukum, menetapkan manakah yang akan di terapkan diantara banyak kaidah di dalam sistem hukum, atau jika tidak ada yang dapat di terapkan, mencapai satu kaidah untuk perkara itu. Berdasarkan bahan yang sudah ada menurut suatu acara yang ditunjukkan oleh sistem hukum.
2)      Menafsirkan kidah yang dipilih atau ditetapkan secara demikian atau menentukan maknnya sebagaiman ketika kaidah itu dibentuk dan berkenaan dengan keluasannya yang dimaksud.
3)      Menerapkan kepada perkara yang sedang dihadapi kaidah yang ditentukan dan di tafsirkan demikian.
Langkah untuk menuju kearah satu ilmu hukum ialah mengadakan pemisahan antara apa yang termasuk dan apa yang tidak termasuk kedalam makna hukum dari suatu kaidah satu teori dalam ilmu hukum adalah bahwa hukum hanya dapat ditemukan dan proses menemukannya hanyalah dengan jalan mempergunakan pengamatan dan logila, tanpa mengandung suatu unsur ciptaan.
H.    Sumber-Sumber Hukum
1.      Sumber Penemuan Hukum
Sumber penemuan hukum tidak lain adalah sumber atau tempat terutama bagi hakim dapat menemukan hukumnya. Tidak ada peraturan perundang-undangan yang lengkap, selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya. Peraturan perundang-undangan di masukkan untuk mengatur kegiatan kehidupan manusia. Kegiatan kegiatan manusia itu sedemikian luasnya. Dengan demikian tidak mungkin satu peraturan perundang-undangan mengatur atau mencakup seluruh kegiatan manusia.
Sumber utama penemuan hukum adalah peraturan perundang-undangan, kemudian hukum kebiasaan, yurispundensi, perjanjian internasional (dokrin). Oleh karena itu kalau terjadi konflik dua sumber, maka sumber hukum yang tertinggi akan melumpuhkan sumber hukum yang lebih rendah.
Dalam ajaran penemuan hukum undang-undang diprioritaskan atau didahulukan dari sumber-sumber hukum lainnya. Kalau hendak mencari hukumnya, arti sebuah kata, maka carilah terlebih dalam undang-undang, karena undang-undang bersifat ortentik dan berbentuk tertulis, yang menjamin kepastian hukum.
Contohnya: kalau kita hendak mencari arti kata kontrak, apakah yang dimaksud dengan kontrak? Tidak sedikit menjawab bahwa kontrak itu adalah perjanjian tertulis. Semua kontrak adalah perjanjian tertulis, tetapi tidak semua perjanjian adalah kontrak. Jadi menurut ajaran penemuan hukum kontrak bukan perjanjian tertulis, karena tidak ada definisi yang tegas mengenai kontrak. Tetapi KUHPerd lebih otentik dari pada pendapat subekti (doktrin).
Undang-undang merupakan merupakan sumber hukum yang penting dan utama. Akan tetapi harus diingat bahwa undang-undang dan hukum tidaklah identik. Tidak mudah membacakan undang-undang, karena tidak hanya sekedar membaca bunyi kata-kata  saja, tetapi harus pula mecari arti, makna atau tujuan.
Oleh karena itu undang-undang tidaklah cukup dengan membaca pasal-pasalnya saja, tetapi harus juga dibaca penjelasannya dan juga konsideransnya bahkan memingat bahwa hukum itu adalah sistem maka untuk memahami suatu pasal dalam undang-undang atau untuk memahami suatu undang-undang sering harus dibaca juga pasal-pasal lain dalam suatu undang-undang itu atau  peraturan undang-undang yang lain.
Undang-undang boleh ditafsirkan bertentangan dengan undang-undang itu sendiri, lebih-lebih kalau undang-undang itu sudah cukup jelas bandingkan dalam hal ini dengan pasal 1342 KUHPerd yang menentukan bahwa apabila kata-kata suatu perjanjian itu jelas, tidaklah diperkenankan untuk menyimpang dengan jalan penafsiran.