Minggu, 06 Januari 2013

Hindari Penularan HIV dengan Kondom

-->
Pembicaraan mengenai seks masih dianggap janggal di Indonesia. Bahkan banyak masyarakat menganggap bahwa pembicaraan seputar seks adalah hal yang tabu dan perlu dihindari. Kontra terhadap pembicaraan seks pun muncul ketika isu ini diketengahkan ke publik. Pembicaraan seks dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan orang timur. Oleh sebab itu, jika ada pembicaraan tentang seksualitas, alat bantu seks dan penyakit menular seksual akan segera dihindari karena dianggap vulgar. Maka, ketika ada orang atau kelompok yang membicarakan tentang seks, dianggap sebagai kelompok menyimpang oleh orang atau kelompok yang berseberangan pandangan.

Perbedaan pandangan mengenai pembicaraan tentang seks wajar terjadi, sebab masing-masing individu memang memiliki interpretasi yang berbeda-beda mengenai ekspresi seksualitas. Ukuran kepantasan terhadap ekspresi seksual yang bersifat relatif inilah yang menyebabkan perbedaan terhadap interpretasi seksual di masyarakat. Pembicaraan seks seharusnya bisa dipandang positif demi memberikan pengetahuan dan pendidikan seks yang aman dan sehat. Pembicaraan ini tidak hanya akan membantu anak-anak dan remaja tentang sex education, tapi juga akan sangat membantu orang dewasa untuk mendapatkan ilmu tentang seksualitas yang sehat dan aman. Kesuksesan dalam sosialisasi seks aman dan sehat tentu akan berimplikasi pada penurunan angka penularan penyakit menular seksual dan mempersiapkan mental generasi bangsa untuk menghindari seks bebas. Dengan begitu, tentu saja pembicaraan seks perlu dipublikasikan mengingat Indonesia tengah mengalami persoalan serius yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.


Persoalan kesehatan reproduksi yang tengah dialami oleh masyarakat Indonesia cukup beragam, mulai dari kasus kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS. Data BKKBN 2011 membeberkan bahwa dari 64 juta remaja di Indonesia, lebih dari 27 persen diantaranya mengalami kehamilan sebelum menikah. Kemudian, sekitar 2,3 juta wanita dewasa muda melakukan aborsi karena melakukan hubungan seks di luar nikah.
Persoalan seksual lainnya yang juga mengancam negara ini adalah Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS. Penyakit ini mudah menular melalui hubungan seks yang tidak sehat dan tidak aman. HIV/AIDS menurut data dari Kementerian Kesehatan telah dijangkiti oleh lebih dari 330.000 jiwa. Bahkan Indonesia adalah satu dari lima besar jumlah infeksi HIV di Asia, bersama India, Thailand, Myanmar dan Nepal. Bila program pencegahan masih terbatas, tahun 2020 jumlahnya bisa mencapai 1,6 juta (prediksi Kemenkes tahun 2012).

Mengingat dampak dari persoalan seksual, maka perlu adanya perhatian khusus dari berbagai pihak untuk menekan penularan HIV dan mengarahkan hubungan seksual aman dan sehat. Seks aman adalah tindakan yang dilakukan tanpa memberikan risiko yang membahayakan seperti penularan penyakit menular ataupun kehamilan diluar nikah. Salah satu caranya, yakni dengan penggunaan kondom (alat kontrasepsi penghalang atau  memblok rute sperma yang diperlukan untuk membuahi indung telur).  Dengan menggunakan kondom, dapat mencegah penularan penyakit IMS dan  HIV/AIDS lebih luas.

Pemerintah Indonesia sejak beberapa tahun terakhir aktif melakukan sosialisasi penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini dilakukan karena pemerintah menilai bahwa kampanye kondom cukup efektif mencegah kehamilan, terutama menekan risiko penularan Infeksi menular Seks (IMS) seperti HIV/AIDS. Bahkan sejak tahun 2007, pemerintah telah menggelar Pekan Kondom Nasional (PKN). Kegiatan ini tentunya diharapkan dapat meminimalisir persoalan reproduksi di Indonesia.

Namun sayangnya, upaya pemerintah untuk melakukan sosialisasi seks aman dan sehat ini masih mendapatkan tentangan dari berbagai pihak. Hal ini dikarenakan bahwa program sosialisasi kondom dianggap sebagai usaha untuk mendukung perzinahan (seks bebas). Begitu pula dengan kegiatan Pekan Kondom Nasional (PKN) yang diadakan setiap tahun di bulan Desember, juga dianggap sebagai kegiatan yang melegalkan seks bebas (free sex). Sebab, dengan membagi-bagikan kondom secara cuma-cuma kepada kelompok yang berisiko dianggap telah memberikan dukungan terhadap prilaku seks bebas.

Tujuan dari diadakannya Pekan Kondom Nasional (PKN) yang dilaksanakan setiap tahun ini tidak seperti yang dipikirkan oleh pihak penentang program ini. PKN bertujuan mengajak masyarakat untuk menghindari free sex, mensosialisasikan seks aman dan sehat serta menghimbau masyarakat untuk menyelamatkan generasi bangsa dari HIV/AIDS. Untuk itu, upaya Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) bersama DKT dalam mengkampanyekan penggunaan kondom perlu dukungan setiap elemen masyarakat. Sebab program dari KPAP ini cukup ampuh dalam memutus mata rantai penularan HIV melalui hubungan seks yang berisiko dengan melakukan intervensi struktural, selain juga lewat pendekatan terintegrasi pada populasi kunci di tempat-tempat hiburan.

Secara medis, kondom sebagai alat pencegah penularan HIV sangatlah penting terutama bagi kalangan yang berisiko seperti kaum waria, pekerja seks, gay dan mereka yang sudah positif AIDS atau terinfeksi HIV. Sementara untuk masyarakat luas, kondom sebagai alat kontrasepsi dinilai lebih sehat karena minim efek samping (tidak memengaruhi hormon dan minim menimbulkan alergi). 

Bagaimana Kondom Mampu Mencegah IMS dan HIV?

Kondom adalah alat kontrasepsi dan pengaman dalam berhubungan. Kondom berperan sebagai dinding penghambat agar tidak terjadi pertukaran cairan, seperti darah, air mani atau cairan vagina antar pasangan yang melakukan hubungan seks. Cairan-cairan tersebut bisa mengandung bakteri atau virus HIV. Kondom dapat dibuat dari lateks karet, poliuretan, atau kulit domba. Kondom buatan dalam negeri terbuat dari lateks pengaman yang telah memenuhi standar internasional. Kondom ini memiliki pori-pori sangat kecil dan tidak mudah bocor. Kondom lateks memiliki pori-pori 5 mikron (0,00002 inci) atau 10 kali lebih kecil dari sperma. 

Kondom buatan dalam negeri umumnya telah memenuhi persyaratan produksi kondom di era modern agar berkualitas dan berfungsi efektif karena telah sesuai standar ISO 4074 tahun 2002 dan WHO 2003. Salah satu syarat lulus ISO 4074 yakni kondom harus tidak dapat ditembus sperma maupun virus. Ketebalan kondom harus berkisar 50 – 70 mikron (satu mikron = satu perseribu millimeter). Maka tak mengherankan jika efektifitas kondom sangat tinggi bila dipakai secara benar dengan tingkat keberhasilan mencapai 95% dalam pencegahan kehamilan.
Kenapa Kampanye Kondom di Tentang?

Kampanye penggunaan kondom ini menjadi penting, mengingat masih banyak kasus reproduksi yang terjadi. Namun, jika kampanye ini ingin berhasil maka semestinya pemerintah lebih meningkatkan penyuluhan program kesehatan reproduksi wanita bagi remaja. Setidaknya, remaja mendapatkan perbekalan mental yang baik agar lebih memahami bahaya melakukan seks.

Kampanye kondom yang dilakukan pemerintah sebenarnya diperuntukkan bagi pasangan  yang sudah menikah namun belum siap memiliki keturunan (sebagai alat kontrasepsi), juga digunakan untuk meminimalisir dampak penularan IMS dan HIV akibat hubungan seksual yang tidak aman. Kampanye kondom tidak sama sekali melegalkan ataupun menganjurkan sex bebas, melainkan mengantisipasi agar virus berbahaya tidak dapat ditularkan melalui hubungan seks. Sayangnya produksi kondom sering disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu dan didukung oleh lemahnya kontrol dari pemerintah. Misalnya ketika pemasaran dan penjualan kondom tidak diimbangi dengan kontrol ketat sehingga siapapun bisa membeli dan menggunakannya meskipun masih belum memiliki pasangan yang sah.  Akibat ulah oknum-oknum itulah maka kampanye kondom dinilai tidak sesuai dengan ajaran agama dan adat-istiadat masyarakat Indonesia.

Jika dilihat dari kacamata sosiologisnya, sebagian masyarakat Indonesia menginterpretasikan kondom sebagai alat kontrasepsi yang sering digunakan oleh pasangan yang tidak sah sebagai suami-istri. Opini ini timbul disebabkan karena banyak pasangan yang bukan suami istri menggunakan kondom sebagai alat pengaman dalam berhubungan intim. Kondom bahkan menurut interpretasi sebagian masyarakat bukanlah alat yang dibutuhkan oleh pasangan suami istri sah dalam melakukan hubungan intim. Sebab, scara umum masyarakat memahami bahwa pernikahan bertujuan untuk mendapatkan keturunan. Oleh sebab itu mereka tidak membutuhkan alat kontrasepsi. Dengan kata lain, hanya mereka yang tidak memiliki status sah sebagai suami istri yang menggunakan kondom.

Aspek sosiologis dalam mengambil dan menjalankan kebijakan penggunaan kondom tidak bisa diabaikan. Oleh sebab itu, pemerintah perlu kembali memahami jangkauan pemikiran masyarakat. Pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi lebih dalam pada masyarakat sehingga mereka menjadi paham bahwa kampanye kondom yang disosialisasikan oleh pemerintah tidak mendukung perzinahan seperti yang selama ini ditakuti oleh sebagian masyarakat. Pendekatan yang baik dengan masyarakat melalui pemberian informasi tentang program kampanye ini akan menjadi kunci keberhasilan program ini.

Meyakinkan semua elemen masyarakat untuk turut mendukung Pekan Kondom Nasional (KPN) tentu tidak bisa dilakukan secara instan, tapi ini harus dijadikan pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah. Pemerintah harus berupaya meyakinkan masyarakat bahwa tujuan kampanye kondom yang dilakukan Kementerian Kesehatan adalah untuk menekan angka penularan IMS dan HIV/AIDS kehamilan diluar nikah serta aborsi dengan mengkampanyekan kondom dianggap mendukung seks bebas.  Oleh sebab itu, kampanye kondom ini hanya dilakukan kepada golongan yang berisiko seperti gay, waria, pengidap HIV/AIDS dan wanita/pria penghibur. Sementara itu, untuk remaja ada baiknya jika kampanye ini lebih diarahkan kepada sosialisasi tentang bahaya seks bebas dan penyuluhan seks yang aman dan sehat. Remaja juga perlu disosialisasikan tentang program kesehatan reproduksi dan mengkampanyekan larangan seks bebas di luar nikah. 

oleh: Marisa Elsera 
Lomba Pekan Kondom Nasional 2013